TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, menegaskan Joko Widodo dan KH Maruf Amin sah sebagai Presiden-Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024.
Menurut dia, hasil pemilihan presiden (Pilpres) 2019, di mana pasangan Jokowi-Amin meraih suara terbanyak sudah sesuai ketentuan formula pemilihan seperti ditentukan Pasal 6 A Undang-Undang Dasar 1945.
"Tidak ada perdebatan perolehan suara yang sudah ditetapkan KPU, pada 21 Mei 2019. Yang selanjutnya sudah disengketa di Mahkamah Konstitusi dan pasca putusan MK, KPU menetapkan paslon terpilih," ujar Arief, di sesi diskusi "Implikasi Putusan MA Nomor 44 P/HUM/2019 Terhadap Pilpres 2019 dan 2024, Minggu (12/7/2020).
Baca: Perludem: Putusan MA terkait Sengketa Pilpres 2019 Kedaluwarsa
Pernyataan itu disampaikan menanggapi terbitnya Putusan MA Nomor 44 P/HUM/2019.
Arief menilai Pasal 3 ayat 7 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih Dalam Pemilihan Umum dibatalkan karena membentuk norma baru dan tidak sesuai ketentuan Pasal 416 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Pada saat membuat Pasal 3 ayat 7 PKPU, pihaknya berpedoman kepada Putusan Mahkamah Konstitusi pada 3 Juli 2014.
MK mengabulkan permohonan uji materi terhadap Pasal 159 ayat 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
"Terdapat dua pasangan calon, KPU menetapkan pasangan calon (meraih,-red) suara terbanyak sebagai pemenang. Mengadopsi putusan Mahkamah Konstitusi pada 2014," kata dia.
Permohonan uji materi PKPU Nomor 5 Tahun 2019 terhadap UU Pemilu itu diajukan pada 14 Mei 2019 dan diputuskan pada 28 Oktober 2019.
Arief menyoroti adanya aturan di UU Pemilu yang mengatur mengenai batasan waktu kapan permohonan uji materi terhadap PKPU dan Keputusan KPU diajukan dan kapan putusan dikeluarkan.
Mengacu UU Pemilu, kata dia, seharusnya uji materi PKPU ataupun keputusan KPU diajukan selama kurun waktu 30 hari setelah aturan itu dibuat.
Arief menjelaskan, upaya pengaturan batas waktu uji materi selama 30 hari itu dilakukan, karena tahapan pemilu berlangsung ketat dan apabila uji materi diproses dan dikabulkan, maka akan menjadi lampau putusan tersebut
"Saya informasikan, karena di Undang-Undang 7 Tahun 2017 itu sudah mengatur apabila ada yang tidak puas terhadap PKPU atau putusan KPU, bisa mengajukan hak uji materil paling lama 30 hari," ujarnya.
Arief mengaku menerima salinan putusan pada 1 Juli 2020.