TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini pengakuan ABK kapal China Lu Huang Yuan Yu 118, Yonatan Witanto.
Witanto mengungkapkan sering dianiaya.
Mereka dipukul, ditendang bahkan dilempar besi oleh mandor kapal.
Bahkan gaji hingga makan, ada pembatasan hingga pemotongan terhadap WNI yang bekerja jadi ABK.
Awalnya, Witanto membulatkan tekad berangkat dari kampung halamannya di Jawa tengah.
Baca: Cerita ABK Indonesia di Kapal China yang Dianiaya Setiap Hari karena Perkara Sepele
Dengan janji upah 350 dollar Amerika, Witanto memantabkan niatnya untuk bekerja menjadi ABK.
Namun apa yang diharapkannya tak sesuai dengan kenyataan. Ia malah mendapat tindak kekerasan.
Gaji yang didapatpun tak seberapa.
Sudah beberapa bulan dia bekerja di atas kapal, Yonatan baru sekali mendapatkan gaji dari jerih payah keringatnya.
Ya, Yonatan merupakan satu di antara Anak Buah Kapal (ABK) kapal tangkap ikan berbendera China, Lu Huang Yuan Yu 118 yang diamankan tim gabungan TNI-Polri di perairan Kepri, Rabu (8/7/2020) lalu.
Di kapal inipula, seorang ABK WNI meninggal dunia, jasadnya disimpan dalam freezer sotong.
Baca: Fakta Baru Penemuan Jasad ABK Indonesia di Freezer Kapal China, Diduga Dianiaya Mandor hingga Tewas
Baca: Kasus Jenazah WNI Disimpan di Freezer Kapal China, Satu WNA Ditetapkan Jadi Tersangka
Baca: Mandor Kapal China Jadi Terangka Kasus Tewasnya ABK WNI, Pelaku Dijerat Pasal Berlapis
"Kami dijanjikan akan diupah 350 dollar Amerika setiap bulannya, tetapi saat menandatangani kontrak kerja yang diberikan, tertera 320 dollar Amerika Serikat yang akan kami terima," ujar Yonatan, baru-baru ini.
Ia dan 10 rekannya sesama WNI, termasuk ABK yang meninggal dunia, mulai melakukan perjalanan dan bekerja di atas kapal tersebut pada awal Januari 2020.
Hampir enam bulan bekerja, Yonatan bersama 10 rekannya baru sekali mendapatkan upah dari jerih payahnya menangkap sotong.
"Baru sekali terima gaji, itu pun ada pemotongan. Katanya untuk administrasi keberangkatan serta pengurusan dokumen. Ada kawan yang melakukan pengurusan dokumen juga tetap dipotong juga," ujarnya.
Tidak hanya pemotongan gaji, mereka juga kerap mendapat perlakuan kasar dari mandor kapal berinisial Mr W.
Kini mandor kapal yang kerap dipanggil Song itu telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Ditreskrimum Polda Kepri atas meninggalnya seorang ABK di kapal itu.
"Saya juga sering dipukul, ditendang serta dilempar pakai besi yang beratnya dua kilo. Dipukul di bagian muka sama mandor kapal."
"Kadang karena permasalahan sedikit lalai langsung dipukul. Kadang tidak ada sebab. Kalau saya dan kawan-kawan melawan diancam tidak akan diberikan gaji," tuturnya.
Tak hanya itu, mereka juga tidak bisa menikmati sedikit hasil tangkapan sotong yang mereka tangkap.
"Makan satu ekor sotong saja tidak boleh. Jadi kalau lagi ingin (sotong), kami sembunyi-sembunyi makan sotong itu. Karena kalau ketahuan kami bisa dipukul," kisahnya.
Pun mereka juga kesulitan untuk mengonsumsi persediaan makanan di atas kapal. Pasalnya, terkadang makanan yang disediakan tidak halal.
"Kadang ada makanan dikasih ke kami tidak halal. Sehingga saya paling makan nasi putih dengan garam saja.
Mau nggak mau biar tetap ada tenaga untuk bekerja," ujarnya.
Yonatan mengenang kondisi rekannya Hasan Afriyadi, yang kini sudah meninggal dunia. Hasan mulai sakit-sakitan sebelum meninggal dunia. Namun dia tetap dipaksa bekerja dan kerap mendapat perlakuan kasar dari mandor kapal di tempat mereka bekerja.
"Pernah dia (Hasan) dalam kondisi sakit dipaksa bekerja untuk menangkap ikan, dan kita pernah sama-sama karena lagi banyak tangkapan, kita tidak istirahat selama tiga hari," ujarnya.
Diketahui, Hasan meninggal dunia pada tanggal 20 Juni 2020 sekira sore hari menjelang Maghrib.
"Saat dia (Hasan) sakit, tidak pernah dikasih makanan tambahan seperti susu atau yang lainnya. Hanya dibiarkan terbaring di kamar dengan makanan seadanya, seperti yang kami konsumsi.
Hanya sekali dikasih minum susu, itupun kondisinya sudah semakin terlihat lemah," ujarnya.
Hasan sudah sakit selama tiga bulan sebelum meninggal dunia. Kondisi fisiknya setiap hari semakin terlihat kurus.
"Pas almarhum meninggal, datang kapten kapal untuk melihat dia. Bukannya memasang muka sedih tapi sambil senyum menunjukkan kedua jempol dan bilang Hasan akan mendapat uang banyak dari asuransi dalam bahasa Inggris yang kurang fasih," ujarnya sambil menirukan kapten kapal tersebut.
Setelah meninggal, mayat Hasan disimpan di dalam freezer sotong kapal tersebut.
"Rencananya mayat almarhum akan diturunkan di Singapura dan kami akan melanjutkan perjalanan ke Jepang," ujarnya.
Ia bersama puluhan rekan ABK kapal Lu Huang Yuan Yu 118 dan 117 merasa bersyukur karena diselamatkan oleh petugas gabungan TNI-POLRI beberapa waktu lalu.
"Kami berharap para pelaku yang sering menganiaya kami mendapat hukuman setimpal sesuai dengan aturan yang ada," harapnya.
Mandor Kapal Jadi Tersangka
Anak Buah Kapal (ABK) kapal Lu Huang Yuan Yu atas nama Hasan Afriandi, diduga mengalami penganiyaan hingga meninggal dunia pada 20 Juni 2020 lalu.
Ia meninggal di atas kapal berbendera China, di tempatnya bekerja.
Jasadnya lantas disimpan di dalam freezer kapal tersebut hingga dipindahkan pada Rabu (8/7/2020) lalu ke darat setelah kapal bersandar di Pelabuhan Lanal Batam.
Kasus ini masih menjadi atensi banyak pihak.
Dari hasil penyelidikan, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Kepri akhirnya menetapkan seorang tersangka atas dugaan kekerasan dan penganiayaan terhadap satu Anak Buah Kapal (ABK) Lu Huang Yuan Yu 118 yang meninggal dunia di atas kapal.
Hal ini disampaikan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kepri Kombes Pol Arie Dharmanto.
"Mandor kapal Lu Huang Yuan Yu 118 dengan inisial Mr W pada hari ini kita tetapkan sebagai tersangka," ujarnya, pada Jumat (10/7/2020).
Ia melanjutkan, penetapan tersangka ini berdasarkan keterangan para saksi dan gelar perkara yang dilakukan pihaknya.
"Yang menjadi korban kekerasan dan penganiayaan bukan hanya korban yang meninggal tetapi para ABK yang berada di kapal tersebut," ujarnya.
Arie menuturkan tersangka Mr W dijerat pasal berlapis, yakni pasal 3 KUHP dan 4 KUHP serta pasal 351 KUHP.
"Ancaman maksimal 20 tahun kurungan penjara," ujarnya.
Saat ini para ABK kapal Lu Huang Yuan Yu 117 dan 118 masih dimintai keterangan untuk pengungkapan kasus tersebut.
Seorang ABK kapal Lu Huang Yuan Yu 118, Pahlawan Parningotan Sibuea mengatakan, korban sudah tiga bulan lamanya sakit.
"Dia (Hasan) dalam kondisi sakit juga masih dipaksa bekerja, dan sering mendapatkan perlakuan kasar," ujarnya.
Saat sakit, korban juga tidak tidak pernah diberikan asupan tambahan.
"Namanya orang sakit dikasih makan seperti kita itu tidak akan mau," ujarnya.
Diketahui, selama sakit, Hasan hanya diberikan minuman susu satu kali.
"Dikasih minum susu hanya sekali pas kondisinya semakin parah sebelum meninggal," ujarnya.
Hasil Autopsi
Terdapat tanda-tanda kekerasan pada jenazah Anak Buah Kapal (ABK) kapal Lu Huang Yuan Yu atas nama Hasan Afriandi. Hal ini diketahui dari hasil autopsi jenazah di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Kepri.
Kepala Bidang Kesehatan dan Kedokteran Polda Kepri Kombes Pol dr Muhammad Haris mengatakan, saat dilakukan pemeriksaan fisik luar korban, ditemukan luka memar, luka di bibir serta punggung.
Sementara di bagian organ dalam tubuh seperti di paru-paru, jantung, usus buntu, ternyata terdapat tanda-tanda penyakit menahun.
Meski begitu, pihaknya belum bisa menyimpulkan penyebab utama ABK itu meninggal dunia. Apakah karena penyakit menahunnya atau karena kekerasan benda tumpul pada tubuh korban.
Pihaknya tengah melanjutkan pemeriksaan histopatologi forensik.
"Pemeriksaan histopatologi forensik ini masih menunggu hasilnya," ujarnya, baru-baru ini.
Terpisah salah satu ABK kapal Lu Huang Yuan Yu 118, Pahlawan Parningotan Sibuea mengatakan, korban sudah sakit selama lebih kurang tiga bulan.
"Dia (Hasan) dalam kondisi sakit juga masih dipaksa bekerja, sering juga mendapat perlakuan kasar," ujarnya.
Saat sakit korban juga tidak pernah diberikan asupan tambahan.
"Namanya orang sakit dikasih makan seperti kita itu tidak akan mau," ujarnya.
Selama hampir 3 bulan sakit, korban diketahui hanya diberikan minuman susu satu kali.
"Dikasih minum susu hanya sekali pas kondisinya semakin parah sebelum meninggal," ujarnya.
Diketahui Hasan Afriandi sudah meninggal dunia sejak 20 Juni lalu. Jasadnya disimpan di freezer sotong kapal berbendera China, di tempatnya bekerja.
Jasad dievakuasi pada Rabu (8/7/2020) lalu, setelah dua kapal berbendera China diamankan tim gabungan TNI-Polri di perairan Kepri. Di salah satu kapal itu terdapat jasad Hasan.
(TRIBUNBATAM.ID/ALAMUDIN)
Artikel ini telah tayang di tribunbatam.id dengan judul "Pengakuan WNI Bekerja jadi ABK Kapal Berbendera China: Sering Dipukul, Makan Hanya Nasi dengan Garam"