Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan eksekusi barang bukti terhadap terpidana kasus korupsi terkait korupsi dan puncucian uang penjualan kondensat, Honggo Wendratmo selaku direktur PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI), atas putusan 16 tahun penjara.
Kejagung mengeksekusi kilang minyak dan uang senilai Rp 97 miliar untuk diserahkan ke kas negara.
Baca: Ungkap Peran Manajer Investasi Tersangka Jiwasraya, Kejagung: 13 MI Diminta Beli Saham Gorengan
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (Unpad) Romli Atmasasmita menilai, eksekusi aset Honggo Wendratno itu sudah tepat dan semestinya dilakukan oleh Kejaksaan Agung karena telah memiliki kekuatan hukum tetap.
“Kejaksaan Agung sudah on the right track,” kata Romli saat dikonfirmasi Tribunnews, Rabu (15/7/2020).
Romli menambahkan, setiap tindak pidana korupsi dipastikan ada kerugian negara yang harus dikembalikan maka untuk mengejar kemana uang hasil kejatahan tersebut beredar harus melalu UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Kejaksaan sudah benar mengingat setiap tipikor dipastikan ada kerugian negara yang harus dikembalikan ya dimulai dengan tracing dana hasil tindak pidana melalui UU TPPU," ucap Romli.
"Langkah kejaksaan telah sesuai dengan tujuan pembentulan UU tipikor,” jelasnya.
Sebagaimana diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan eksekusi barang bukti terhadap terpidana kasus korupsi kondensat, Honggo Wendarto, atas putusan 16 tahun penjara.
Kejagung mengeksekusi kilang minyak dan uang senilai Rp 97 miliar untuk diserahkan ke kas negara.
"Di dalam perkara kondensat, ada barang bukti berupa kilang minyak yang ada di daerah Tuban, dilakukan penyitaan. Di dalam proses penuntutan, JPU menemukan adanya sejumlah uang yang tersimpan dalam satu rekening ada Rp 97 miliar oleh penuntut umum dilakukan penyitaan dan dikabulkan oleh hakim sehingga perkara sudah inkrah ini harus dilakukan eksekusi untuk disetorkan ke negara," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Ali Mukartono, Selasa (7/7/2020).
Ali menyatakan uang yang disetorkan ke kas negara ini bukanlah uang pengganti.
Melainkan, kata Ali, hasil keuntungan dari terpidana berdasarkan UU Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999.
"Uang Rp 97 miliar ini bukan uang pengganti, tetapi merupakan perampasan keuntungan atau penghapusan keuntungan dari yang diperoleh oleh terpidana berdasarkan ketentuan Pasal 18 huruf D UU Tipikor Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi," bebernya.
Kendati demikian, Ali menyebut, dalam kasus kondensat ini, terpidana wajib membayar uang pengganti senilai USD 128 juta.
Baca: Polri Buka Opsi Gandeng Kejagung Lacak Aset Pembobol Bank BNI, Maria Lumowa
Ali mengatakan perkara kasus korupsi kondensat merugikan keuangan negara sebesar Rp 35 triliun.
"Sedangkan kondensat, kilang, diperhitungkan kewajiban membayar uang pengganti oleh terpidana ada USD 128 juta. Jadi keseluruhan perkara ini kerugian keuangan negara sekitar Rp 35 triliun," tuturnya.