Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kinerja Polisi yang dinilai dekat dengan kekerasan di mata masyarakat masih menjadi pekerjaan rumah (PR) besar.
Stigma negatif tersebut terus tumbuh dari berbagai kejadian yang terjadi di lapangan.
Baca: Pelanggar Lalu Lintas Meningkat, Polisi Bakal Gelar Operasi Patuh Selama 14 Hari
Terakhir, sejumlah oknum anggota polsek Percut Sei Tuan viral setelah melakukan penganiayaan terhadap saksi pembunuhan yang merupakan seorang kuli bangunan.
Begitu juga beberapa tindakan represif aparat saat pengamanan demonstrasi yang kerap tertangkap kamera.
Menanggapi hal itu, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setyono tidak menampik bahwa kinerja personel polisi masih kerap berdekatan dengan kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
"Jadi saya waktu itu menjadi salah satu pengajar HAM untuk daerah kepolisian Sulawesi Selatan. Memang kerja polisi ini melanggar HAM," kata Awi dalam diskusi daring 'Kenapa Kita Benci Polisi?, Kamis (16/7/2020).
Alasannya, tugas polisi kerap dihadapkan pada suatu situasi yang memaksa harus bertindak dan bersikap dalam suatu kondisi yang mendesak.
"Karena kita memaksa orang untuk berhenti, memaksa orang untuk digeledah. Sehingga kita erat sekali dengan itu," jelasnya.
Namun demikian, ia mengatakan bukan berarti personelnya bisa bersikap sewenang-wenang terhadap masyarakat.
Khususnya larangan untuk melakukan tindakan represif kepada masyarakat yang tidak bersalah.
"Makanya batasnya ini tipis sekali. Misalnya kita sudah menangkap orang tidak berdaya, sudah dimasukkan sel, itu sudah tidak berdaya. Sudah tidak boleh (kekerasan, Red). Tetapi dalam konteks penangkapan kalau orang melawan kan kita tidak mungkin kita pakai sentuh-sentuh," pungkasnya.
Baca: Aksi Unjuk Rasa Tolak Omnibus Law Cipta Kerja Memanas, Massa Sempat Lempar Botol ke Arah Polisi
Di dalam regulasi, anggota yang melanggar dan melakukan kekerasan telah disiapkan sejumlah sanksi.
Di antaranya, sidang etik, disiplin hingga pidana.