TRIBUNNEWS.COM - Pengamat pendidikan asal Surabaya, Moch Isa Anshori, turut menanggapi mundurnya PGRI, NU dan Muhammadiyah dari Program Organisasi Penggerak (POP) oleh Kemendikbud.
Sejak awal, Isa menyetujui gagasan dari Program Organisasi Penggerak (POP) yang dirancang oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim.
Terlebih, program ini bisa mempercepat peningkatan kualitas pendidik di Tanah Air.
Isa pun menilai program ini merupakan pekerjaan bersama yang tidak bisa dilakukan sendiri oleh pemerintah.
Bila melihat kenyataan tersebut, maka dipastikan organisasi seperti PGRI, NU dan Muhammadiyah tidak mundur begitu saja.
Baca: Polemik POP, Komisi X DPR akan Panggil Nadiem Makarim: Ingin NU, Muhammadiyah & PGRI Masuk Kembali
Namun, Isa menuturkan, mundurnya ketiga organisasi besar ini, menandakan ada kesepakatan yang tidak sejalan.
"Saya kira mereka tidak mundur, mereka melakukan sesuatu dengan caranya sendiri."
"Karena memang ada sesuatu yang belum disepakati, antara pemerintah dengan PGRI, NU dan Muhammadiyah," ujar mantan Ketua Dewan Pendidikan Surabaya ini kepada Tribunnews, Minggu (26/7/2020).
Sehingga, Isa menyarankan ketidaksepakatan ini dibahas, agar Program Organisasi Penggerak (POP) terus berjalan.
Lantas ketidaksepakatan seperti apa yang dimaksud oleh Isa?
Benarkah mengenai proses seleksi kriteria pemilihan organisasi penggerak Kemendikbud yang tidak transparan?
Isa menduga, persoalan yang terjadi bukan hanya proses seleksi yang tidak transparan saja, tetapi lebih dari itu.
Baca: Nadiem Minta Peserta Program Organisasi Penggerak Tidak Khawatir
Menurutnya, persoalan yang ada justru menjurus pada kemampuan Nadiem Makarim dalam memperlakukan ketiga organisasi tersebut.
"Dalam organisasi penggerak, Pak Menteri sudah punya tim sendiri (semacam pedoman), tinggal organisasi menjalankan."
"Itu tidak cukup menjadikan NU, Muhammadiyah dan PGRI hanya sebagai tukang yang menjalankan apa yang sudah dirancang Mendikbud dan timnya," papar Isa kepada Tribunnews melalui sambungan telepon.
Seharusnya, ketiga organisasi tersebut ikut dilibatkan dalam penyusunan program ini.
"Ini bukan persoalan uang, tapi persoalan harga diri. Pak Nadiem mengabaikan peran mereka."
"Ketiganya sudah makan asam garam bagaimana mengelola dan memajukan pendidikan Indonesia," kata Anggota Dewan Pendidikan di Jawa Timur ini.
Mendikbud Nadiem akan evaluasi POP
Mengenai polemik tersebut, Nadiem Makarim menyatakan, pihaknya akan melakukan evaluasi terkait program ini.
Terutama dalam sektor seleksi organisasi yang dipilih sebagai penerima dana.
"Penyempurnaan dan evaluasi lanjutan ini dilakukan setelah pemerintah menerima masukan dari berbagai pihak," tutur Nadiem, dikutip dari Youtube Kompas TV.
Baca: Legislator PAN Dukung Sikap NU, Muhammadiyah dan PGRI Mundur dari POP Kemendikbud
Nadiem menegaskan, gagasan program ini, untuk memaksimalkan inovasi sistem belajar mengajar yang lebih baik.
"Kita semua sepakat, program organisasi penggerak merupakan gerakan bersama masyarakat untuk memajukan pendidikan nasional."
"Tapi kita harus memastikan, program ini sebelum dilaksanakan, merupakan program dengan integritas dan transparansi yang terbaik," tambahnya.
Komisi X DPR RI akan panggil Nadiem Makarim
Komisi X DPR RI membenarkan terkait pemanggilan Nadiem Makarim dalam waktu dekat terkait polemik Program Organisasi Penggerak.
"Kita belum dapat penjelasan detail dari Mendikbud Nadiem, karena itu tahapannya, kita akan mengundang Nadiem dalam rapat kerja komisi X DPR RI."
"Kita ingin minta kejelasan kenapa ada kegaduhan terkait dengan program organisasi penggerak," ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda dikutip dari kanal YouTube Kompas TV.
Baca: Setelah Terima Masukan dari Berbagai Pihak, Kemendikbud Bakal Evaluasi POP
Adapun ia menyarankan agar Kemendikbud menata ulang kembali program organisasi penggerak.
Sebab, harus ada skema terbaik, agar program organisasi penggerak tidak membuat 'gaduh'.
Terlebih pasca mundurnya NU, Muhammadiyah, dan PGRI dari program ini.
"Pertama, kita minta ditata ulang lagi skemanya."
"Kedua, kita tetap ingin Muhammadiyah, NU, dan PGRI tetap kita minta masuk kembali," tuturnya.
(Tribunnews.com/Maliana)