Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto mengingatkan pemerintah dan DPR tidak boleh abai dengan aspirasi masyarakat, tidak boleh meninggalkan partisipasi publik dalam pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
Sebab, kepentingan pembuatan Undang-Undang tumpuan utamanya adalah kepentingan rakyat, melindungi hak-hak masyarakat.
Baca: Survei Cyrus Network: Sebagian Besar Publik Nilai RUU Cipta Kerja Pro Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Bukan sebaliknya, untuk keuntungan segelitir atau sekelompok orang.
"Dengan dalih kepentingan apapun, pemerintah dan DPR harus memastikan bahwa kepentingan masyarakat di atas segalanya," kata Didik kepada wartawan, Selasa (28/7/2020).
Didik memahami hadirnya RUU tersebut menimbulkan kecurigaan publik, mulai adanya anggapan inkonstitusional hingga tidak demokratis.
Kekawatiran dan pandangan publik tersebut harus dikelola dengan baik, dengan memberikan waktu yang lebih banyak lagi untuk mendapatkan masukan dari masyarakat luas secara utuh dalam pembahasannya.
"Untuk menjawab kekawatiran publik tersebut pemerintah dan DPR harus transparan dan melibatkan publik sebanyak mungkin," kata dia.
"Undang-Undang harus dibahas dalam dengan suasana yang tenang, tanpa harus diburu-buru oleh waktu, apalagi kepentingan, karena Undang-Undang harus dipastikan menjadi payung hukum dan melindungi kepentingan masyarakat," imbuhnya.
Didik menambahkan, untuk kepentingan yang sangat mendesak dengan kategori kegentingan yang memaksa, sistem hukum dan ketatanegaraan sudah memberikan previlige kepada presiden untuk mengeluarkan Perppu.
Ia menegaskan tidak boleh DPR dan pemerintah dalam membahas Undang-Undang mendasarkan kepada basis ukuran waktu dan kepentingan sebagaimana menjadi alasan Perppu.
Baca: Politikus Golkar sebut Pandemi Covid-19 Jadi Momentum Selesaikan RUU Omnibus Law Cipta Kerja
"Undang-Undang yang dibahas secara tidak terbuka, terkesan tertutup dan diburu-buru waktu bisa melahirkan Undang-Undang yang tidak pro kepentingan rakyat dan berakhir kepada penolakan," katanya.
"Lantas presiden dan DPR yang dipilih oleh rakyat menjadi representasi kepentingan siapa? Kepentingan pemilik modal? Kepentingan asing? Mudah-mudahan pemerintah dan DPR tetap memegang teguh nuraninya," pungkasnya.