News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Demokrat: Pemerintah-DPR Harus Transparan dan Libatkan Publik Bahas Omnibus Law Cipta Kerja

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Massa dari aktivis dan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Kaltim Melawan menggelar aksi unjuk rasa dengan menutup Jalan Teuku Umar, depan Kantor DPRD Kalimantan Timur, Kecamatan Sungai Kunjang, Kota Samarinda, Kamis (16/7/2020). Mereka menuntut dibatalkannya RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) karena tak memihak rakyat kecil melainkan hanya memihak pada pemodal. Tribun Kaltim/Nevrianto Hardi Prasetyo

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto mengingatkan pemerintah dan DPR tidak boleh abai dengan aspirasi masyarakat, tidak boleh meninggalkan partisipasi publik dalam pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

Sebab, kepentingan pembuatan Undang-Undang tumpuan utamanya adalah kepentingan rakyat, melindungi hak-hak masyarakat.

Baca: Survei Cyrus Network: Sebagian Besar Publik Nilai RUU Cipta Kerja Pro Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Bukan sebaliknya, untuk keuntungan segelitir atau sekelompok orang.

"Dengan dalih kepentingan apapun, pemerintah dan DPR harus memastikan bahwa kepentingan masyarakat di atas segalanya," kata Didik kepada wartawan, Selasa (28/7/2020).

Didik memahami hadirnya RUU tersebut menimbulkan kecurigaan publik, mulai adanya anggapan inkonstitusional hingga tidak demokratis.

Kekawatiran dan pandangan publik tersebut harus dikelola dengan baik, dengan memberikan waktu yang lebih banyak lagi untuk mendapatkan masukan dari masyarakat luas secara utuh dalam pembahasannya.

"Untuk menjawab kekawatiran publik tersebut pemerintah dan DPR harus transparan dan melibatkan publik sebanyak mungkin," kata dia.

"Undang-Undang harus dibahas dalam dengan suasana yang tenang, tanpa harus diburu-buru oleh waktu, apalagi kepentingan, karena Undang-Undang harus dipastikan menjadi payung hukum dan melindungi kepentingan masyarakat," imbuhnya.

Didik menambahkan, untuk kepentingan yang sangat mendesak dengan kategori kegentingan yang memaksa, sistem hukum dan ketatanegaraan sudah memberikan previlige kepada presiden untuk mengeluarkan Perppu.

Ia menegaskan tidak boleh DPR dan pemerintah dalam membahas Undang-Undang mendasarkan kepada basis ukuran waktu dan kepentingan sebagaimana menjadi alasan Perppu.

Baca: Politikus Golkar sebut Pandemi Covid-19 Jadi Momentum Selesaikan RUU Omnibus Law Cipta Kerja

"Undang-Undang yang dibahas secara tidak terbuka, terkesan tertutup dan diburu-buru waktu bisa melahirkan Undang-Undang yang tidak pro kepentingan rakyat dan berakhir kepada penolakan," katanya.

"Lantas presiden dan DPR yang dipilih oleh rakyat menjadi representasi kepentingan siapa? Kepentingan pemilik modal? Kepentingan asing? Mudah-mudahan pemerintah dan DPR tetap memegang teguh nuraninya," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini