Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kisah eksploitasi dan kekerasan terhadap anak buah kapal (ABK) warga negara Indonesia yang bekerja di Kapal Long Xing 629 terungkap.
RF, salah satu ABK Kapal Long Xing 629, menceritakan bahwa dirinya enggan melawan perlakuan eksploitasi dan kekerasan yang terjadi karena berbagai sebab.
Salah satunya terkait ancaman sanksi dan denda yang menanti ABK bila melawan awak petinggi kapal.
"Kalau melawan kapten, mereka pasti akan mengadu ke agensi," ujar RF, dalam webinar 'Pencarian Keadilan Korban Perdagangan Orang di Kapal Ikan Asing', Selasa (28/7/2020).
Baca: ABK Long Xing 629 Ungkap Eksploitasi Selama Melaut: Makanan Kedaluwarsa dan Minum Air Laut
Agensi yang dimaksud RF adalah manning agency tempat dirinya menandatangani perjanjian. Perjanjian itu menyatakan para ABK tak diizinkan berhenti bekerja sebelum kontrak mereka habis atau selama dua tahun penuh.
Dengan melawan eksploitasi dan kekerasan yang terjadi, RF merasa perjanjian dapat dibatalkan oleh manning agency. Belum lagi dokumen-dokumen para ABK juga masih ditahan.
"Sedangkan saya sudah tanda tangan ke agensi. Kalau kami nggak nurut, ya bakal broken contract, mau nggak mau," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, RF --warga negara Indonesia yang sempat menjadi anak buah kapal (ABK) Long Xing 629 China--mengungkap eksploitasi dan kekerasan yang diterimanya selama melaut.
Baca: 6 Perekrut Puluhan ABK yang Dipekerjakan di Kapal Ikan China Lu Huang Yuan Yu Diringkus di Tegal
Salah satunya terkait pemberian makanan kepada para ABK. RF mengaku para ABK tidak diperlakukan seperti manusia karena diberi makanan yang sudah kedaluwarsa atau expired.
RF mengatakan para ABK tidak bisa santai dalam menyantap makanan. Pasalnya mereka hanya diberi waktu selama 15 menit sebelum kemudian bekerja kembali.
"Setiap 6 jam kami makan cuma dikasih waktu 15 menit. Di atas kapal, kami diperlakukan seperti bukan manusia. Diberi makan tapi makanannya sudah expired," ujar RF, dalam webinar 'Pencarian Keadilan Korban Perdagangan Orang (TPPO) di Kapal Ikan Asing', Selasa (28/7/2020).
RF juga menyebut minuman yang tersedia bagi para ABK sebagai pelepas dahaga bukan berupa air kemasan, melainkan air laut yang disuling.
Menurutnya saat mengkonsumsi air tersebut, RF kerap merasa dadanya terasa sesak. Bahkan ada rekannya sesama ABK yang jatuh sakit karenanya.
"Minumnya juga dari air laut yang disuling, dan itu bau besi. Sampai-sampai dada seperti sesak karena minum itu, anak-anak juga merasakan. Yang imunnya kurang pada jatuh sakit," jelasnya.
Eksploitasi ini semakin terasa karena isi lemari pendingin ABK berbeda dengan para awak petinggi kapal.
RF menceritakan lemari pendingin ABK hanya berisi ayam dan makanan ikan yang digunakan untuk memancing, yang mana keduanya telah kedaluwarsa.
Sementara lemari pendingin awak petinggi kapal berisi minuman kemasan hingga sayuran. Bahkan stok di lemari pendingin tersebut tergolong melimpah.
Menurut RF, makanan layak yang ada di lemari pendingin tersebut tak pernah dibagi kepada para ABK. Namun pernah ada pengecualian ketika ABK tengah sakit.
"Kalau mereka (awak petinggi kapal) makanannya enak, sayurannya enak. Minumannya kemasan dan stok di freezer banyak banget. Kami nggak pernah dikasih, sekalipun dikasih (cuma) untuk ABK yang sakit, saat kerja," tandasnya.