News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Soal POP Kemendikbud, Din Syamsuddin Bilang Bukan Salah Nadiem Makarim Tapi Salah Jokowi

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo dan Din Syamsuddin.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA  -  Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, angkat bicara terkait polemik Program Organisasi Penggerak (POP) yang digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim.

Program yang belakangan justru menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat.

Kebijakan itu dianggap tidak populis karena dua yayasan milik perusahaan besar, Tanoto Foundation dan Sampoerna Foundation, masuk dalam POP Kemendikbud dengan kategori gajah.

Artinya, dua yayasan itu akan mendapat dana segar Rp 20 miliar per tahun.

Itu sebabnya, Muhammadiyah kemudian memilih mundur dari keikutsertaannya dalam POP Kemendikbud.

Baca: Mendikbud Nadiem Minta Maaf kepada Muhammadiyah, NU dan PGRI Terkait Program Organisasi Penggerak

Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk protes.

Selain Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama atau NU dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pun melakukan hal yang sama.

Kendati demikian, Din Syamsuddin, mengatakan polemik POP Kemendikbud ini bukanlah kesalahan Nadiem Makarim.

Menurut dia, yang patut disalahkan adalah Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

“Kesalahan bukan pada Nadiem Makarim,” kata Din Syamsuddin melalui keterangan yang diterima di Jakarta pada Rabu (29/7/2020) seperti dilansir dari Kompas TV.

Lantas, mengapa Din Syamsuddin menyalahkan orang nomor satu negeri ini?

Menurut dia, kesalahan dan tanggung jawab sepenuhnya ada pada Presiden Jokowi karena telah menunjuk bos Gojek itu sebagai Mendikbud.

“Yang sangat bersalah dan patut dipersalahkan, serta harus bertanggung jawab, pendapat saya adalah Presiden Jokowi sendiri. Dialah yang berkeputusan mengangkat seorang menteri,” ujar Din Syamsuddin.

Din Syamsuddin menilai, Nadiem Makarim hanyalah seorang anak muda yang mungkin karena lebih banyak berada di luar negeri, sehingga tidak cukup mafhum dan memiliki pengetahuan serta penghayatan tentang masalah pendidikan di dalam negeri.

Karena Jokowi menunjuk dan memberikan amanat kepada Nadiem, Din Syamsuddin, mengatakan sudah selayaknya payut diminta pertanggungjawaban.

Sebab, keputusan mengangkat seorang menteri, walaupun menyempal dari fatsun politik, sedianya turut disalahkan.

Din Syamsuddin lantas mempertanyakan Jokowi yang dianggap tak memahami sejarah kebangsaan Indonesia.

“Atau, jangan-jangan Presiden Jokowi sendiri tidak cukup memahami sejarah kebangsaan Indonesia dan berani mengambil keputusan yang meninggalkan kelaziman politik?” tuturnya.

Saat ini, POP Kemendikbud sudah berjalan dan mendapat penolakan dari dua ormas Islam terbesar di Indonesia yakni PP Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama yang memiliki sejarah panjang dalam dunia pendidikan bangsa Indonesia.

Langkah Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama itu lantas diikuti oleh PGRI yang kemudian juga angkat kaki dari POP Kemendikbud.

Karena itu, Din Syamsuddin, menilai sudah sepatutnya POP Kemendikbud dihentikan saja untuk mengakhiri polemik.

“Sekarang nasi sudah menjadi bubur. Sebaiknya program itu dihentikan,” kata Din.

Dia lantas menyarankan agar Kemendikbud saat ini fokus pada penanganan Covid-19, terutama pada sektor pendidikan.

“Lebih baik Kemendikbud bekerja keras dan cerdas mengatasi masalah pendidikan generasi bangsa," kata Din Syamsuddin.

"Akibat pandemi Covid-19, menurut seorang pakar pendidikan, menimbulkan the potential loss bahkan generation loss (hilangnya potensi dan hilangnya generasi)," ujarnya.  

Nadiem Minta Maaf

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim meminta maaf soal kisruh Program Organisasi Penggerak (POP) yang digagas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Hal itu disampaikan Nadiem Makarim dalam video yang diunggah di kanal YouTube KEMENDIKBUD RI. Selasa (28/7/2020).

Belakangan ini POP Kemendikbud terus mendapat kritikan dari berbagai pihak.

Imbasnya, sebanyak tiga lembaga pendidikan yakni Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah telah menyatakan mundur dari POP Kemendikbud.

Baca: Nadiem: Tanoto Foundation dan Putera Sampoerna Bakal Gunakan Dana Sendiri Dalam POP

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim meminta maaf soal kisruh Program Organisasi Penggerak (POP). (Kemendikbud)

Baca: Soal Kisruh POP Kemendikbud, Muhammadiyah Sebut Nadiem Makarim Lecehkan DPR

Terdapat beberapa pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk mundur dari Program Organisasi Penggerak.

Satu di antaranya karena kriteria pemilihan dan penetapan peserta dalam POP Kemendikbud yang dinilai tidak jelas.

Dalam kesempatan itu, Nadiem Makarim berharap PGRI, NU, dan Muhammadiyah tetap memberi bimbingan dalam pelaksanaan POP.

"Dengan penuh rendah hati saya memohon maaf atas segala keprihatinan yang timbul."

"Dan berharap agar tokoh dan pimpinan NU, Muhammadiyah, dan PGRI bersedia untuk terus memberikan bimbingan dalam proses pelaksanaan program yang kami sadari betul masih belum sempurna," tutur Nadiem Makarim.

Baca: Panggil Nadiem Setelah Reses, Komisi X Minta Kemendikbud Tak Bikin Kegaduhan Lagi

Menurut Nadiem, tanpa dukungan dan partisipasi semua pihak kualitas pendidikan yang baik akan sulit dicapai.

Ia pun menyatakan, kementeriannya siap untuk mendengar masukan dan terus belajar.

"Tanpa dukungan dan partisipasi semua pihak mimpi kita bersama untuk menciptakan pendidikan berkualitas untuk penerus bangsa akan sulit tercapai," ujar Nadiem.

"Kami di Kemendikbud siap mendengar, siap belajar," tegasnya.

Selain itu, Nadiem juga menyampaikan apresiasinya untuk masukan dari berbagai pihak mengenai POP.

Nadiem Makarim mengapresiasi masukkan dari pihak PGRI, NU, dan Muhammadiyah.

Baca: Langgar Aturan Mendikbud Nadiem Makarim, Wali Kota Jambi Nekat Buka Sekolah dan Abaikan Zona

"Saya juga ingin menyatakan apresiasi sebesar-besarnya atas masukan dari pihak NU, Muhammadiyah, dan PGRI mengenai program organisasi penggerak," kata Nadiem.

Ia menyebut, ketiga organisasi itu telah sangat berjasa bagi pendidikan di Indonesia.

Bahkan, Nadiem menyebut, tanpa pergerakan dari PGRI, NU, dan Muhammadiyah, pendidikan Indonesia tidak akan terbentuk.

"Ketiga organisasi ini telah berjasa di dunia pendidikan bahkan Jauh sebelum negara ini berdiri." 

"Tanpa pergerakan mereka dari Sabang sampai Merauke identitas budaya dan misi dunia pendidikan di Indonesia tidak akan terbentuk," bebernya.

Nadiem Makarim akan Evaluasi POP 

Sebelumnya diberitakan, Mendikbud Nadiem Makarim akan mengevaluasi Program Organisasi Penggerak bersama pakar pendidikan dari berbagai organisasi kemasyarakatan dan lembaga daerah.

Baca: Nadiem Minta Peserta Program Organisasi Penggerak Tidak Khawatir

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim akan mengevaluasi Program Organisasi Penggerak. (Tribunnews.com/ Reza Deni)

Baca: NU dan Muhammadiyah Mundur, Nadiem Evaluasi Program Organisasi Penggerak

Hal itu disampaikan dalam video yang diunggah di kanal YouTube KompasTV, Sabtu (25/7/2020).

Nadiem menyatakan, evaluasi lanjutan ini dilakukan karena adanya masukan dari kalangan masyarakat.

Meski demikian, Nadiem tidak menjelaskan secara spesifik masukan tersebut.

"Saya kira bahwa penyempurnaan dan evaluasi lanjutan ini dilakukan setelah pemerintah menerima masukan dari berbagai pihak," tutur Nadiem Makarim.

"Kita semua sepakat bahwa Program Organisasi Penggerak merupakan gerakan bersama masyarakat memajukan pendidikan nasional," imbuhnya.

Baca: Hari Anak Nasional, Nadiem Makarim: Jadikan Situasi Sulit Sebagai Penguat Semangat Belajar

Baca: Pengamat Pendidikan: Kisruh Program Organisasi Penggerak, Nadiem Tidak Mengerti Sejarah Pendidikan

Oleh karena itu, Nadiem Makarim akan melakukan evaluasi lanjutan dari POP.

Ia ingin memastikan kembali program yang digagasnya ini memiliki integritas dan transparansi yang baik.

"Tapi kita harus memastikan bahwa program ini, sebelum dilaksanakan adalah program dengan integritas dan transparansi yang terbaik," jelas Nadiem.

Dalam evaluasi tersebut, ada tiga hal yang akan dilihat.

Menurutnya, yang pertama mengenai integritas dan transparansi dari sistem seleksi POP Kemendikbud.

"Pertama adalah integritas dan transparansi sistem seleksi yang kita lakukan," paparnya.

"Kami tidak hanya melihat secara internal, tapi juga mengundang pihak eksternal untuk melihat proses yang sudah kita lakukan," kata Nadiem.

(Tribunnews.com/Indah Aprilin/Fahdi Fahlevi)

Sumber: Kompas TV  

>
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini