TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial didampingi Direktur Rehabilitasi Sosial Anak, memberikan sambutan dalam pembahasan petunjuk pelaksanaan foster care, di Hotel Horison Bekasi.
Kegiatan yang dilaksanakan pada 5-7 Agustus 2020 ini sebagai upaya menindaklanjuti Peraturan Pelaksanaan PP 44/2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak, dan Peraturan Menteri Sosial 1/2020 tentang Peraturan Pelaksanaan PP 44/2017.
Baca: Pos Indonesia dan Kemensos Salurkan BST Periode II
Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Harry Hikmat menjelaskan, istilah pengasuhan anak sebagai padanan untuk foster care, karena belum adanya nomenklatur yang sesuai Bahasa Indonesia.
"Istilah foster care ini sudah sangat banyak digunakan oleh negara lain untuk pengasuhan anak oleh orang tua asuh."
"Sebelumnya, pengasuhan anak oleh orang tua asuh (foster care) itu sudah tumbuh di dalam ruang lingkup masyarakat," jelas Harry.
Baca: Kemensos Beri Komunitas Adat Terpencil Bansos Tunai
Harry mencontohkan, Muhammadiyah sudah menjalankan program foster care pada tahun 1912, karena keprihatinan melihat banyak anak terlantar akibat korban perang.
Sehingga, mereka mendirikan sebuah panti untuk menampung anak terlantar dan mencarikan orang tua asuh melalui proses yang ditetapkan.
Lewat keterangan pers dari Humas Direktorat Rehabilitasi Sosial Anak, Dirjen Rehsos mengusulkan launching nasional pelaksanaan foster care.
Agar, program dan aturan ini dapat dikenal masyarakat yang ingin mengasuh anak dan mendata anak yang telah diasuh oleh keluarga asuh.
"Launching foster care harus dilengkapi dengan gambaran anak-anak yang memerlukan pengasuhan keluarga pengganti."
"Ke depan, kita berharap dapat menggunakan instrument dari BPS."
"Untuk mendata jumlah anak-anak di Indonesia yang tinggal bersama orang tua kandungnya, keluarga besar dan tetangga," kata Harry.
Pengasuhan anak melalui foster care adalah upaya memenuhi kebutuhan akan kasih sayang, kelekatan, dan keselamatan.
Juga, kesejahteraan yang menetap dan berkelanjutan, demi kepentingan terbaik anak.
"Balai dan Loka serta Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) memiliki kapasitas dan potensi untuk mengembangkan pelaksanaan foster care sebagai agent of change."
"Yang bisa merespons untuk memberikan pelayanan proses pengasuhan alternatif bagi anak-anak yang memerlukan keluarga pengganti."
“Kelekatan itu intangible, anak itu murni, ia memilih sendiri ingin dengan siapa dan melakukan apa."
"Yang perlu diperhatikan oleh Dinas Sosial dan Lembaga Pengasuhan Anak, apakah kelekatan calon anak asuh dan orang tua asuh telah terjalin?” papar Harry pada peserta pertemuan.
Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kanya Eka Santi menjelaskan, kegiatan ini bertujuan menyelesaikan pedoman foster care yang akan menjadi arahan bagi pelaksana foster care di daerah.
"Perlu adanya aturan petunjuk pelaksanaan dari pengalaman-pengalaman di lapangan oleh pelaksana uji coba foster care."
"Seperti, bagaimana memproses anak yang sudah diasuh oleh keluarga asuh (existing foster care)."
"Dan, ditemukannya anak-anak yang sudah diasuh oleh keluarga asuh yang berbeda agama dengan anak asuh," jelas Kanya.
Lalu, lanjut Kanya, mengatur secara teknis pengasuhan bagi anak-anak yang terlantar di luar negeri.
"Diharapkan semua pihak dapat memastikan foster care berjalan dengan baik dan dapat berkembang di seluruh wilayah," tutur Kanya.
Petunjuk pelaksanaan foster care sangat diperlukan bagi Dinas Sosial, lembaga pengasuhan anak, dan orang tua asuh sebagai pelaksana di lapangan.
Kegiatan ini melibatkan peserta dari Dinas Sosial, Satuan Bakti Pekerja Sosial Sosial (Sakti Peksos) dan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) sebagai pelaksana uji coba foster care tahun 2019. (*)
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Kemensos Rampungkan Petunjuk Pelaksanaan Foster Care, Siapkan Launching Nasional