TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi III DPR dan pemerintah yang diwakili Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly bersepakat untuk memulai pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK).
Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir mengungkapkan ada beberapa isu krusial terkait dengan revisi UU MK, mulai dari batas usia hakim hingga teknis pemilihan hakim konstitusi.
Hal itu dikatakannya usai rapat Komisi III dengan Menkumham Yasonna, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/8/2020).
"Ada beberapa hal yang menjadi isu krusial, termasuk usia darinpada hakim tadi, usulan dari pemerintah itu usia awalnya untuk hakim MK itu 55 tahun, pensiun 70 tahun. Itu nanti yang akan kita perbincangkan di dalam rapat," kata Adies.
Baca: Cegah Penyebaran Covid-19, Mahkamah Konstitusi Tunda Sidang Pengujian Undang-undang
"Kemudian periodisasi itu, kemudian teknisnya pemilihan di MK, pemilihan diseleksi pemerintah dannjuga di DPR. Kemudian ada juga beberapa usulan, misalnya bagaimana tentang suatu keptusan yang melampaui dari pada permintaan dari pada pemohon. Hal-hal ini nanti isu-isu krusial yang mungkin akan kami bahas," imbuhnya.
Menurut Adies, Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dalam RUU MK itu tidak terlalu banyak.
Politikus Partai Golkar itu berharap Komisi III DPR bersama pemerintah bisa secepatnya menyelesaikan pembahasan RUU MK.
"Kami lihat DIM-nya tidak terlalu banyak. Mudah-mudahan dalam masa sidang ini bisa diselesaikan untuk RUU MK ini," ujarnya.
Sementara itu, saat rapat berlangsung, Menkumham Yasonna Laoly mengatakan Mahkamah Konstitusi sebagai satu di antara pelaku kekuasaan kehakiman perlu dijamin kemerdekaannya.
Sebab kekuasaan kehakiman (yudikatif) merupakan satu-satunya kekuasaan yang diyakini merdeka dan harus senantiasa dijamin merdeka oleh konstitusi berdasarkan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
"Oleh karena itu, pengaturan mengenai jaminan kemerdekaan kekuasaan kehakiman di Indonesia, khususnya dalam konteks Mahkamah Konstitusi sebagai the sole interpreter and the guardian of the constitution, mutlak diperlukan agar peran Mahkamah Konstitusi sebagai penafsir tunggal dan penjaga konstitusi dapat lebih optimal sesuai harapan para pencari keadilan," kata Yasonna.