"Padahal batas aturan (investasi di grup) 25 persen. Tapi tetap mereka tidak bisa melakukan karena alasan Covid-19, pasar lagi susah jual sehingga tidak ada yang beli. Saya bilang itu tanggung jawab mereka," imbuh Ahmad Nasrullah.
Sementara itu, para korban gagal bayar asuransi jiwa tersebut, mengeluhkan dalam rapat dengar pendapat Komisi XI DPR, yang memanggil pihak OJK.
Perwakilan korban Kresna Life bernama Retna mengatakan total gagal bayar polis Kresna mencapai Rp 6,4 triliun. Angka tersebut berasal dari gagal bayar 11.000 polis dari 8.900 nasabah.
"Kresna itu ada 8.900 nasabah, 11.000 polis korbannya, dengan Rp 6,4 triliun dananya yang saat ini bermasalah di Kresna," tutur Retna saat RDP.
Baca: Jokowi Diminta Turun Tangan Awasi Industri Keuangan Akibat Maraknya Kasus Gagal Bayar
Beberapa anggota DPR yang mengikuti rapat cukup terkejut mendengar besaran gagal bayar tersebut. Retna merasa pihak Kresna menawarkan skema penyelesaian sepihak yang merugikan nasabah.
"Skema yang diberikan oleh Kresna itu sangat merugikan kita sebagai pemegang polis," ucap Retna.
Retna menuturkan, pihak Kresna meminta para nasabah memberikan kuasa penuh pada perusahaan terkait penyelesaian pembayaran polis.
Retna mempertanyakan pada OJK apakah skema penyelesaian kewajiban polis ini diperbolehkan dan sudah sesuai aturan.
"Kita pertanyakan skema itu ke OJK, OJK menjawab itu tidak disetujui. Tapi pada saat kita bertemu dengan manajemen Kresna, manajemen Kresna menjawab sudah menyampaikannya ke OJK. Tapi OJK tidak menyetujui, juga tidak menolak," ujar Retna. (tribun network/denis)