News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polsek Ciracas Diserang

DPR Minta Kajian Mendalam di Insiden Penyerangan Oknum TNI ke Polsek Ciracas

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Korban perusakan Polsek Ciracas saat mendatangi Koramil 05/Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (31/8/2020). Para korban yang terdampak perusakan tersebut diketahui akan mendapatkan ganti rugi. Tribunnews/Jeprima

"Jadi kesimpulan saya , penghasilan yang diberikan negara itu relatif sama. Tak bisa dijadikan alasan membenarkan kecemburuan dan lalu marah membabi buta," kata Hasanuddin.

Meski begitu, ia mengakui bahwa kecemburuan antara dua institusi ini memang ada, yang berasal dari pembagian peran, tugas dan fungsi masing-masing atau sejak ABRI berubah menjadi TNI.

Pertanyaannya sekarang, kata Hasanuddin, mengapa TNI tak punya peran seperti saat menjadi ABRI?

Lalu muncul istilah-istilah minir yang di kutip oleh beberapa oknum pensiunan bahwa TNI itu gajinya sebulan sekali, tapi Polri tiap hari serta pendapat lain yang menurut Hasanuddin, pendapat itu tak baik dan kurang pas.

"Menurut hemat saya, perlu pemahaman mendasar dan diterima dengan baik oleh siapapun, bahwa zaman sudah berubah. Tuntutan demokrasi ya seperti ini, peran TNI dimanapun di dunia sangat berbeda dengan peran polisi," tuturnya.

Ia menambahkan, karena beda fungsi lalu beda peluang. Peluang yang berbeda, disini penyebabnya.

Perbedaan itu, kata Hasanuddin, membuat kecemburuan sosial yang kemudian memunculkan perasaan sensitif dan mudah marah, dan kemarahan bisa terjadi dimana saja ketika muncul gesekan sekecil apapun.

Persoalannya, imbuh dia, dengan tupoksi yang berbeda apakah harus punya kesempatan yang sama?

Tentu tidak, harus di temukan solusi komprehensif yang mengacu pada aturan perundang undangan.

"Misalnya saja, perlunya kesadaran dari seluruh prajurit TNI bahwa peran TNI dan Polri di era demokrasi ini berbeda. Perbedaan itu karena kebutuhan dan keadaan zaman, dan harus diterima dengan ikhlas," ungkapnya.

Namun negara juga perlu memperhatikan bahwa TNI itu adalah warga negara biasa tapi dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya beresiko tinggi.

Sehingga, kata Hasanuddin, tidak dapat disamakan dengan ASN lainnya dalam sistem penggajiannya terutama penghitungan tunjangan kinerjanya.

"Ini mungkin yang harus diperhatikan negara," tukasnya.

Menyangkut tindakan anggota militer, kata Hasanuddin, sebaiknya mulai dipikirkan yang mana sebagai pelanggaran pidana militer dan mana yang menjadi pelanggaran pidana umum .

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini