Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman mengatakan tidak ada yang salah menggunakan influencer untuk mengkampanyekan program pemerintah.
Hal itu disampaikan Fadjorel Rachman dalam Webinar dengan tema Influencer dan Pemerintahan Jokowi yang ditayangkan KompasTV, Jumat (4/9/2020).
"Jadi tidak ada masalah dengan problem influencer ini. Ini adalah fakta baru dan tidak ada yang bisa menahannya, kita manfaatkan sebaik baiknya," kata Fadjroel.
Baca: Hadiri Bincang Virtual, Fadjroel Rachman Ajak Generasi Muda Bertani di Desa
Lebih jauh Fadjroel mengatakan pemerintah menggunakan influencer dalam komunikasi publik karena telah terjadi perubahan landcape masyarakat Indonesia.
Berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJJI) pengguna internet Indonesia saat ini mencapai 175 juta orang.
Jumlah tersebut bertambah 4 juta dari sebelumnya 171 juta pada Maret 2019 lalu.
"Kemudian, kalau kita lihat berapa waktu yang dihabiskan orang di internet, anda bisa lihat 7 jam 59 menit, bahkan untuk Medsos sekitar 3 jam 26 menit. Bayangkan untuk televisi hanya 3 jam. Jadi sebenarnya landscape empirisnya itu sudah berubah," kata dia.
Baca: Ditanya Soal Film, Rocky Gerung Suka Drakor, Jawaban Fadjroel Rachma Ditanggapi Rosi: Oh Antek Asing
Perubahan landcape empiris masyarakat Indonesia tersebut menyebabkan teori dan pendekatan yang dilakukan pemerintah untuk mensosialisasikan program juga berubah.
Selama ini pemerintah menggunakan pendekatan top down dalam mengkampanyekan program.
"Empiris berubah, teori berubah, maka paradigma juga berubah, jadi kami ini yang berada di pemerintahan sekarang melihat dalam network society ini tidak bisa lagi pendekatannya itu top down strategi. Kita harus mendekatinya dengan horizontal atau sharing strategi atau partisipatoris strategi," katanya.
Baca: Balas Fadjroel Rahman soal Kenaikan Listrik di Rumahnya, Fadli Zon: Nanti Saya Tunjukkan Tagihannya
Strategi Parsipatoris misalnya dengan memanfaatkan sejumlah jaringan, salah satunya influencer dalam komunikasi publik yang dilakukan pemerintah.
Selain influencer terdapat jaringan penyiaran, jaringan relawan, jaringan korporasi, jaringan media, jaringan Diskominfo, termasuk jaringan staf khusus presiden.
"Bahkan ada satu prodak dari tim Jubir presiden, itu namanya inspiraksi, yaitu insiparasi, aksi dan interaksi, Minggu ini sudah keluar," katanya.
Karena itu menurutnya hal biasa apabila pemerintah menggunakan influencer dalam program pemerintah.
Seperti contohnya yang terbaru, saat Presiden mengundang Maia Ahmad atau Maia Estianty untuk membantu mengkampanyekan penggunaan masker.
"Kami mengundang seperti bunda Maia, bayar apa engga? engga, karena kami mengundang bunda Maia untuk menyampaikan adaptasi kebiasaan baru agar orang memakai masker, memakai masker dan memakai masker. Jadi kalau yang terkait dengan yang sifatnya sosial , umumnya tidak bayar, dan presiden biasa saja bertemu dengan para influencer tersebut," katanya.