Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak menjelaskan kemungkinan Jaksa Agung ST Burhanuddin juga bisa dimintai klarifikasi terkait kasus gratifikasi kepengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) yang membelit Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Di dalam regulasi, Barita menyebut permohonan agar Jaksa Agung dimintai keterangan terkait kasus yang membelit anak buahnya itu dinilai tak bertentangan dengan hukum.
"Kalau di dalam Peraturan Presiden kan disebutkan kita punya kewenangan untuk memintai keterangan, bukan hanya dari jaksa, badan-badan, lembaga-lembaga pemerintah pun boleh. Itu bisa saja dilakukan," kata Barita saat berbincang di Kantor Tribunnews, Jakarta, Jumat (4/9/2020).
Barita mengatakan permintaan klarifikasi dinilai hal yang biasa. Sebaliknya, tindakan itu juga sebagai wujud transparansi dan tanggung jawab pemimpin institusi terhadap anak buahnya yang terlibat masalah hukum.
"Jangan dimaknai kalau kita minta keterangan jadi seperti investigasi atau pro-justitia. Kita kan urusannya public trust. Karena Komisi Kejaksaan lembaga independen. Misalnya, penegak hukum independen yang pro-justitia kan juga ada KPK. Jadi kalau dua lembaga ini terlibat, Komisi Kejaksaan di ranah pengawasan dan penilaian kinerja dan kode etik, itu lembaga independen di situ," ungkapnya.
Kendati demikian, pihaknya masih belum berencana untuk meminta klarifikasi terhadap Jaksa Agung ST Burhannudin terkait kasus yang membelit Jaksa Pinangki.
"Kalau kita memutuskan meminta keterangan itu harus juga ada alasannya. Jadi jangan sampai kita hanya sekadar meminta keterangan tapi tidak ada dasarnya," jelasnya.
Baca: Kasus Jaksa Pinangki Tak Diserahkan ke KPK, Komjak Minta Kejaksaan Agung Contoh Mahfud MD
"Kalau misalnya itu tidak ada kaitan, tentu kita juga untuk bekerja efisiensi dan efektif untuk apa kita minta. Tapi kalau ada informasi, keterangan, dokumen, yang kita yakin itu dikeluarkan misalnya oleh Jaksa Agung, tentu kita berkewajiban untuk mengklarifikasi," ujarnya.
Untuk diketahui, Jaksa Pinangki Sirna Malasari telah ditetapkan tersangka kasus suap untuk membantu Kepengurusan Fatwa Mahkamah Agung (MA) terkait eksekusi Djoko Tjandra dalam statusnya sebagai terpidana korupsi cassie bank Bali.
Dalam kasus ini, Jaksa Pinangki ditetapkan sebagai tersangka bersama Djoko Tjandra dan mantan politikus Nasdem Andi Irfan Jaya karena bersama-sama diduga melakukan pemufakatan jahat terkait kepengurusan fatwa MA agar batal dieksekusi.
Diduga, Pinangki menerima hadiah sebesar USD 500.000 atau Rp 7 milliar dari Djoko Tjandra. Uang itu diduga telah digunakan oleh Jaksa Pinangki untuk sejumlah peruntukkan.
Terakhir, penyidik menyita satu mobil mewah berjenis BMW SUV X5 milik Jaksa Pinangki. Hingga saat ini, Kejagung telah memeriksa sebanyak 14 saksi.
Dalam kasus ini, Pinangki dijerat pasal 5 ayat 1 huruf A undang-undang tindak pidana korupsi nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah undang-undang nomor 20 tahun 2001.
Selain itu, Pinangki disangka melanggar pasal 5 ayat 1 huruf b dan pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.