TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi PAN Ali Taher menilai Menteri Agama Fachrul Razi lebih cocok menjadi Menteri Pertahanan atau Menko Polhukam.
Hal ini disampaikan Ali menyusul pernyataan Fachrul yang sering blunder terkait radikalisme dan menuai kontroversi.
"Tanpa ingin mengecilkan Kementerian Agama, tetapi kita bicara soal check and balances. Maka saya hanya ingin bicara, Bapak ini cocoknya jadi Menteri Pertahanan, Keamanan, menjadi Menko Polhukam ketimbang Menteri Agama," kata Ali dalam rapat Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (8/9/2020).
Baca: Pernyataannya Menulai Polemik, Menteri Agama: Saya Mohon Maaf
Ali mengatakan, pernyataan Fachrul terkait radikalisme tersebut tidak menggambarkan kepemimpinan Kementerian Agama dalam menjalankan fungsi agama dan pendidikan.
"Ini kedua kali bicara radikalisme. Pak Menteri Agama gagal paham mengenai fungsi-fungsi agama dan fungsi pendidikan di Kemenag, republik kita yang tercinta ini," ujarnya.
Adapun sebelumnya, pernyataan Menteri Agama Fachrul Razi terkait radikalisme kembali menjadi sorotan publik.
Dilansir dari Kompas TV, dalam acara launching Aplikasi ASN No Radikal dan Webinar Strategi Menangkal Radikalisme, pada Kamis (2/9/2020),
Fachrul berbicara mengenai antisipasi kemungkinan-kemungkinan bibit radikalisme yang masuk ke lingkungan aparatur sipil negara.
Salah satu kemungkinan yang harus diantisipasi adanya orang luar yang menjadi pengurus rumah ibadah di lingkungan pemerintahan. Pola orang yang menyebarkan bibit radikalisme itu awalnya bernampilan baik.
"Cara masuk mereka gampang, kalau saya lihat polanya. Pertama dikirimkan seorang anak yang good looking, penguasaan bahasa Arabnya bagus, hafiz, mulai masuk, jadi imam, lama-lama orang situ bersimpati, diangkat jadi pengurus mesjid, kemudian mulai masuk temannya dan lain sebagainya, mulai masuk ide-ide seperti yang kita takutkan," kata Fachrul.
Oleh karena itu, Menteri Fachrul telah bersepakat dengan Menteri PAN RB Tjahjo Kumolo agar semua rumah ibadah di lingkungan institusi pemerintahan memiliki pengurus dari kalangan pegawai pemerintahan saja.
"Tidak boleh ada masyarakat di situ ikut jadi pengurus di sana," ucap Purnawirawan Jenderal TNI itu.