TRIBUNNEWS.COM - Pendiri Kompas Gramedia sekaligus Pemimpin Umum Harian Kompas, Jakob Oetama tutup usia pada Rabu (9/9/2020) pukul 13.05 WIB di RS Mitra Keluarga Kelapa Gading.
Almarhum meninggal dunia pada usianya ke-88 tahun, setelah sempat menjalani perawatan sejak 22 Agustus.
Jurnalis senior dan tokoh pers nasional ini lahir pada 27 September 1931 di Desa Jowahan, Borobudur, Jawa Tengah.
Sebelum terjun di dunia jurnalistik, Jakob merupakan seorang guru.
Untuk mengenal lebih dekat dengan sosok Jakob Oetama berikut Tribunnews sajikan sejumlah fakta-fakta menariknya.
Baca: Jakob Oetama Meninggal Dunia, Kantor Kompas Gramedia Palmerah Akan Jadi Tempat Penghormatan Terakhir
1. Masa Kecil
Jakob kecil dilahirkan di Desa Jowahan, Magelang, Jawa Tengah pada 27 September 1931.
Pria bernama asli Jakobus Oetama merupakan putra sulung dari 13 bersaudara merupakan buah cinta dari pasangan Raymundus Josef Sandiyo Brotosoesiswo dan Margaretha Kartonah.
Dikutip dari Kompas.com, sebelum terjun ke dunia jurnalistik, Jakob mengawali kariernya sebagai seorang guru, meneruskan jejak ayahnya.
Lulus seminari menengah, sekolah calon pastor setingkat SMA, Jakob melanjutkan ke Seminari Tinggi.
Namun, pendidikan itu hanya ia tempuh selama tiga bulan karena ingin mengikuti jejak ayahnya menjadi guru.
Baca: Sosok Jakob Oetama di Mata Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo
2. Jakob Hijrah ke Ibu Kota
Sang ayah kemudian meminta Jakob untuk pergi ke Jakarta untuk menemui dengan kerabatnya yang bernama Yohanes Yosep Supatmo, pendiri Yayasan Pendidikan Budaya.
Oleh Supatmo lah, Jakob diberikan pekerjaan sebagai pendidik di SMP Mardi Yuwana Cipanas, Sekolah Guru Bagian B (SGB) Lenteng Agung Jagakarsa, dan SMP Van Lith Jakarta.
Masih dikutip dari Kompas.com, sembari mengajar di SMP, Jakob mengikuti kursus B-1 Ilmu Sejarah.
Jakob melanjutkan kuliah ke Perguruan Tinggi Publisistik Jakarta serta Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada hingga tahun 1961.
Setelah berhenti mengajar di SMP Van Lith, Jakob mendapatkan pekerjaan baru sebagai sekretaris redaksi mingguan Penabur.
Tugas harian Jakob di mingguan Penabur adalah sebagai pemimpin redaksi.
Ini yang mengawali karier Jakob di dunia jurnalistik.
Terjun ke dunia jurnalistik Jakob pilih setelah menemui kebimbangan.
Kebimbangan Jakob muncul setelah merampungkan kursus B-1 Ilmu Sejarah.
Pasalnya, setelah merampungkan kursus itu, Jakob sempat mendapatkan rekomendasi untuk memperoleh beasiswa di University of Columbia, Amerika Serikat.
Di sisi lain, Jakob juga mendapat tawaran untuk menjadi dosen di Universitas Parahyangan, Bandung.
Selain itu, Unpar juga menyiapkan rekomendasi agar Jakob dapat melanjutkan pendidikan untuk meraih gelar PhD di Universitas Leuven, Belgia.
Baca: Sesmenpora Turut Berduka Cita Atas Berpulangnya Pendiri Kompas Gramedia Jakob Oetama
3. Dilanda Kebimbangan dan Mantap Memilih Dunia Jurnalistik
Di tengah kebimbangannya, Jakob bertemu dengan pemimpin umum di mingguan Penabur, Pastor JW Oudejans OFM.
"Jakob, guru sudah banyak, wartawan tidak," kata Oudejans ketika menasihati Jakob.
Kemudian kemantapan Jakob untuk menggeluti dunia Jurnalistik diperkuat dengan pertemuannya dengan Petrus Kanisius Ojong (PK Ojong) di tahun 1958.
Lewat sebuah kegiatan jurnalistik mendorong Jakob untuk mendirikan majalah Intisari.
Ojong sendiri sebelumnya juga sudah aktif di dunia jurnalistik, sebagai pimpinan harian Keng Po dan mingguan Star Weekly.
Namun, pada 1958, Keng Po diberangus pemerintah. Nasib yang sama dialami oleh Star Weekly pada 1961.
Keduanya tak disukai pemerintah karena sikap kritisnya. Pada tahun 1963, majalah Intisari resmi berdiri dengan misi mendobrak kekangan politik isolasi yang dilakukan pemerintah.
Baca: Jakob Oetama Wafat, Fahri Hamzah : Pecinta Koran Sejak Kecil Pasti Merasa Kehilangan
4. Sosok yang Berpengaruh
Jakob dikenal sebagai sosok sederhana yang selalu mengutamakan kejujuran, integritas, rasa syukur, dan humanisme.
Jakob dipandang sebagai pimpinan yang ‘nguwongke’ dan tidak pernah menonjolkan status atau kedudukannya.
"Bapak Jakob Oetama adalah legenda, jurnalis sejati yang tidak hanya meninggalkan nama baik, tetapi juga kebanggaan serta nilai-nilai kehidupan bagi Kompas Gramedia."
"Beliau sekaligus teladan dalam profesi wartawan yang turut mengukir sejarah jurnalistik bangsa Indonesia. Walaupun kini beliau telah tiada, nilai dan idealismenya akan tetap hidup dan abadi selamanya," kata Corporate Communication Director Kompas Gramedia Rusdi Amral.
5. Deretan Prestasi Jakob
- Bintang Mahaputera Utama dari Pemerintah RI (1973)
- Wira Karya Kencana dari Kantor Menteri Negara Kependudukan/Kepala BKKBN, karena dianggap telah Berjasa dalam Gerakan KB Nasional (1994)
- Anugerah Doktor Honoris Causa dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (2003)
- Chief Executive Officer (CEO) Terbaik Tahun 2003 dari Majalah SWA, Synovate Research Reinvented, dan Dunamis (2004)
- Entrepreneur of The Year dari Ernst & Young Penghargaan dari Tiga Pilar Kemitraan berkaitan dengan Hari Antikorupsi Alumnus Teladan dari Universitas Gadjah Mada dalam Rangka Dies Natalis ke-56, Yogyakarta (2005)
- World Entrepreneur of the Year Academy 2006 dari Ernst & Young, Monaco (2006)
- Lifetime Achievement Award dari Bank BRI (2007)
- Lifetime Achievement Award dari PWI (2008)
- Bintang jasa “The Order of The Rising Sun, Gold Rays with Neck Ribbon dari Pemerintah Jepang (2009)
- Number One Press Card dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) (9 Februari 2010)
- Bintang Jasa The Order of The Rising Sun dan Gold Rays with Neck Ribbon dari pemerintah Jepan (24 Maret 2010)
- Soegeng Sarjadi Award on Lifetime Achievement (18 Agustus 2010)
Baca: Meninggal Dunia dalam Usia 88 Tahun, Jakob Oetama Dikenal sebagai Sosok Sederhana dan Jujur
- Medali Emas Spirit Jurnalisme dari Komunitas Hari Pers Nasional 2011 (19 April 2011)
- Tokoh berpengaruh penting dalam menyebarkan semangat dan kecakapan kewirausahaan bidang sosial dalam Ciputra Award (16 Oktober 2011)
- Penghargaan Pengabdian 30 Tahun Tokoh Pers di Industri Media Cetak dari Serikat Perusahaan Pers (SPS) (13 Juli 2012)
- Jakob Oetama dinilai berkontribusi besar terhadap perkembangan media di Tanah Air, sekaligus mematangkan media massa untuk memperkuat demokrasi di Indonesia sehingga mendapat award di ajang Paramadina Award dari Universitas Paramadina (10 Januari 2013)
- Asia Communication Award dari Asian Media Information and Communication Centre (AMIC) (4 Juli 2013)
- Lifetime Award dari Asian Publishing Convention (12 Juli 2013)
- Gelar doktor kehormatan (”honoris causa”) dari Universitas Sebelas Maret UNS), Surakarta (5 September 2014)
- Life Time Achievement Award dari Tahir Foundation (8 Desember 2015)
- Penghargaan Lifetime Achievement Awards dari SPS (3 Februari 2017)
- Lifetime Achievement Award dari Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (13 Mei 2017)
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan/Fajar/Lanny)