Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rapat Panja asumsi makro, pendapatan, defisit dan pembiayaan Banggar DPR RI bersama pemerintah berlangsung sejak pagi pukul 10.00 hingga 21.30 WIB pada Rabu (9/9).
Rapat tersebut akhirnya menetapkan sejumlah agenda, diantaranya adalah asumsi makro sektor ESDM dan subsidi energi yang didasarkan pada hasil keputusan Rapat Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM pada pekan sebelumnya.
Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Mercy Chriesty Barends mengatakan rapat Banggar tersebut menekankan beberapa hal krusial yang menjadi perdebatan alot terutama terkait pembahasan subsidi energi.
Baca: Penjelasan Menaker Ida Fauziyah Soal Subsidi Gaji Pekerja Tahun Depan
"Bahwa pembahasan subsidi energi harus diletakkan dalam perspektif keadilan energi antar wilayah, penguatan ekonomi masyarakat miskin dan upaya mengatasi dampak dari pandemi Covid-19," ujar Barends, kepada wartawan, Kamis (10/9/2020).
Hal krusial pertama adalah subsidi energi sudah pasti mengacu pada data resmi pemerintah terutama terkait proyeksi angka kemiskinan tahun 2021 sebesar 9,7 persen, angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 7,7-9,1 persen akibat pandemi Covid-19.
"Jadi tidak serampangan Komisi VII DPR RI memutuskan asumsi makro energi tanpa data valid," kata dia.
Kedua, mempertimbangkan dengan sangat seksama ruang fiskal belanja dalam RAPBN 2021 dengan memastikan masyarakat miskin dan rentan miskin ada dalam tanggung jawab negara apalagi dalam menghadapi krisis ekonomi akibat pandemik Covid-19 ini. Kemudian ketiga yakni gap energi antar wilayah barat dan timur.
Baca: Program Subsidi Gaji Dilanjutkan Tahun Depan, 15,7 Juta Pekerja Bakal Dapat Lagi?
Barends mengatakan untuk seluruh asumsi makro dan subsidi energi yang disampaikan Komisi VII ke Banggar DPR RI pada akhirnya semua diterima dan ditetapkan tanpa ada perubahan setelah melewati diskusi yang mendalam.
Sehingga terang dan jelas penetapan angka-angka tersebut didasarkan pada data-data yang tertanggung jawab.
Sementara itu, Barends mengungkap soal penetapan angka subsidi energi menurutnya masih membutuhkan pendalaman lebih jauh.
Dalam rapat itu, terdapat sejumlah pertanyaan dari anggota Banggar terkait mengapa masih ada alokasi subsidi untuk minyak tanah 0,50 juta KL dan solar 15,80 juta KL.
"Sebagai anggota DPR RI yang berasal dari Kawasan Timur Indonesia (KTI), saya ikut memberi pandangan bahwa subsidi mitan dan solar masih dibutuhkan karena sejumlah provinsi di KTI belum ada kebijakan konversi mitan dan BBM lainnya ke gas seperti Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat dan NTT. Jika subsidi ini tidak diberikan maka akan berdampak besar terhadap ketahanan energi di Indonesia Timur, sehingga subsidi ini tetap harus ada dalam skema kebijakan subsidi energi nasional," kata dia.
"Khusus untuk NTT rencananya tahun 2021 untuk pertama kalinya kebijakan konversi ke gas masuk di wilayah tersebut. Sementara untuk Maluku, Maluku Utara, Papua, dan seterusnya konversi minyak tanah akan disesuaikan dengan kesiapan infrastruktur depot gas di masing-masing wilayah. Semua yang kami perjuangkan ini bertujuan untuk memastikan terjadinya keadilan energi bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa diskriminasi wilayah," imbuhnya.
Kemudian perihal subsidi untuk Elpiji tabung 3 kilogram (kg), diketahui pemerintah mengusulkan angka 7 juta metric TON (MT) sementara keputusan Komisi VII ke Banggar pada angka 7,5 juta MT.
Barends menjelaskan penambahan 500 ribu MT didasarkan pada perhitungan yang sangat rigid. Antara lain kenaikan rerata tahunan demand Elpiji 3 kg sebesar 4,7 persen atau setara dengan 200-300 ribu MT; program konverter kit bagi nelayan dan petani sebagai bagian dari kebijakan konversi BBM ke gas sebesar 4500 MT; program jargas (jaringan gas, mengalirkan Elpiji lewat pipa gas) sebanyak 127.864 SR (Sambungan Rumahtangga); 100 persen onstream pengembangan infrastruktur jargas sampai akhir tahun 2020 sebanyak 13.089 MT; untuk pengembangan jargas tahun 2021 sebanyak 120.776 SR; 10 persen onstream dengan Elpiji salur pipa sebesar 109 MT.
Kemudian tersisa 180 ribu MT dibagi sebanyak 72 ribu MT untuk konversi mitan di Provinsi NTT dan sisanya 78 ribu MT sebagai antisipasi dampak dari pandemi Covid-19 kepada masyarakat kecil dengan lonjakan usaha mikro dari rumah. Dengan hitungan diatas, kata Barends, didapatkan angka 7,5 juta MT.
Barends menambahkan khusus soal jargas jangan jauh-jauh dilihat komparasinya ke provinsi lain. Dia beralasan di Jakarta banyak ibu-ibu rumah tangga keluarga miskin yang bersyukur sekali dengan hadirnya jargas, karena tersedia 24 jam dan rata-rata hanya membayar Rp25-50 ribu untuk tagihan gas bulanan. Jadi, diharapkan secara bertahap kebijakan energi murah, bersih dan terjangkau terus dihadirkan ke masyarakat Indonesia.
Selain itu, Barends mengatakan subsidi lain yang mendapat atensi serius dalam rapat adalah penetapan angka Rp53,5 triliun untuk subsidi listrik. Meski ada yang berpendapat angka ini masih terlalu besar, Barends menjelaskan sebenarnya angka subsidi listrik untuk tahun 2021 turun dari tahun 2020 yang ditetapkan sebesar Rp54,55 triliun.
"Itu pun dengan optimalisasi cakupan pelanggan miskin bertambah 1,8 juta pelanggan dari 31 juta pelanggan miskin dan rentan miskin menjadi 32,8 juta pelanggan (450 VA dan 900 VA subsidi, - red) sebagai dampak bertambahnya angka kemiskinan akibat pandemi Covid-19 untuk proyeksi tahun 2021," kata dia.
Barends mengungkap angka subsidi turun karena patokan ICP sebelumnya 63 US$/bbl tahun 2020 selanjutnya mengalami perubahan dengan Perpres 72/2020 sebesar 33 US$/bbl dengan nilai tukar rupiah Rp15.300/$ selama pandemi Covid-19.
Untuk tahun 2021, lanjutnya, ICP ditetapkan 45 US$/bbl dengan Rp14.600/$. Sehingga ada faktor koreksi karena depresiasi rupiah terhadap dollar dan fluktuasi penetapan ICP. Oleh karena itu total subsidi energi baik untuk subsidi BBM dan Elpiji 3 kg ditambahkan subsidi listrik menjadi Rp110,51 triliun.
"Rasanya sangat lega setelah keputusan diketok. Ini artinya tanggung jawab mengawal sikap PDI Perjuangan untuk tetap berpihak kepada asumsi makro dan subsidi energi yang pro rakyat tuntas dilaksanakan. Kami pastikan rakyat miskin tidak sendiri menghadapi pandemik covid 19, negara hadir dalam kehidupan mereka," jelas Barends.
Di sisi lain, Barends mengatakan suasana rapat berjalan sangat kondusif. Kalaupun ada pertanyaan kritis, komentar tajam atau bahkan beda pendapat dalam rapat, menurutnya hal itu wajar karena dengan niatan mendapat hasil yang terbaik demi kesejahteraan rakyat Indonesia.
"Semangat kita, APBN harus hadir untuk menjawab persoalan rakyat kecil. Kita terus mengawal dalam pembahasan lanjutan sampai seluruh hasil kerja panja-panja disahkan oleh Banggar dan ditetapkan lebih lanjut dalam sidang paripurna DPR RI menjadi Undang-undang yang definitif tentang APBN TA 2021," tandasnya.