"Ayo kita selesaikan satu gelombang saja," ajak Faisal.
Faisal mengatakan bahwa memang tak bisa terus menerus menutup ekonomi. Namun kalaupun dibuka secara perlahan dan bertahap, maka obatnya bukanlah "obat ekonomi" melainkan testing, tracing dan isolating.
Bila mau disederhanakan, sambung Faisal, kasus terkonfirmasi positif di Indonesia sedang naik. Di saat yang sama, kondisi ekonomi sedang nurun.
"Pemerintah maunya, terutama Pak Airlangga, kasus naik, ekonomi naik. Ya mimpi. Pak Jokowi sudah mengatakan kesehatan nomor satu, yang memang begitu rumusnya. Jadi ayo mengendalikan virus ini, sehingga mencapai puncak tak terlalu tinggi, lalu turun.
Kalau turun, ekonomi otomatis akan naik. Otomatis karena fasilitas produksi tidak rusak. Pandemi ini bukan gempa, tsunami atau perang dunia, hancur lebur," jelas Faisal.
"Kalau pandemi bisa dikendalikan, ekonomi otomatis akan naik. Kelas menangah akan kembali belanja secara normal. Pengusaha akan otomatis berinvestasi lagi dan tidak perlu lagi menaruh uang di bak terlalu banyak. Investor asing akan datang. Turis akan datang tanpa disuruh. Tapi sulit kita membayangkan turis akan masuk, investor akan masuk kalau kita tidak menangani Covid," sambung Faisal.
Karena itu, sambung Faisal, perlu intervensi sosial untuk mengendalikan Covid-19 dengan orang-orang yang hebat dan mumpuni yang bisa mengidentifikasi masyarakat di berbagai daerah yang berbeda konteks dan karakter serta dimensi antropologisnya.
Namun sayangnya sejak awal pemerintah tidak mendisain satu payung hukum yang kuat untuk mengatasi Covid-19 ini.
"Perppu 01/2020 yang telah menjadi UU bukan Perppu menangani Covid. Perppu ini untuk mengamankan keuangan dan perbankan, bukan untuk memerangi Covid-19 secara extra-ordinary. Please, ini waktunya tidak sedikit lagi. Ayo kalau ingin sungguh-sunnguh, tanganai covid-19, Insyaallah ekonomi akan jalan. ," jelas Faisal.
Faisal juga melihat penanganan Covid-19 ini juga juga tak tercermin dalam struktur dan politik anggaran.
Malah anggaran fungsi kesehatan diturunkan dari Rp 212,5 triliun menjadi R 169,7 tirilun. Sementara anggaran infrastruktur naik dari Rp 281,1 triliun menjadi Rp 414 triliun," jelas Faisal.