TRIBUNNEWS.COM - Kasus dugaan malpraktik kesehatan masih kerap terjadi di masyarakat.
Malpraktik merupakan suatu jenis kelalaian dalam standar profesional yang berlaku umum dan pelanggaran atas tugas yang menyebabkan seseorang menderita kerugian.
Kalau dilihat dari arti malpraktik sendiri, sebenarnya tidak merujuk hanya kepada satu profesi tertentu, atau dalam hal ini dokter atau tenaga medis.
Namun, tak bisa dipungkiri hal itu menjadi lumrah di mata masyarakat.
Sehingga banyak ahli yang menghubungkan malpraktik dengan pihak atau petugas kesehatan.
Lalu bagaimana malpraktik ditinjau dari kacamata hukum?
Terkait dengan hal itu, Pengacara sekaligus Dewan Pimpinan Cabang Peradi Solo Bidang Pendidikan, Kusuma Retnowati memberikan penjelasannya.
Baca: Rency Milano Dagunya Bolong-bolong karena Malpraktik Klinik Kecantikan, Rugi Ratusan Juta, Tak Kerja
Baca: Kakak Elma Theana Jadi Korban Malpraktik: Muka Berubah Total, Dagu Panjang ke Bawah dan Keluar Nanah
Retnowati menjelaskan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 berkaitan dengan kesehatan disebutkan, bahwa kesehatan itu adalah keadaan sehat baik fisik maupun psikologis ataupun mental dari seseorang.
Sehingga, seseorang itu dinyatakan produktif untuk melakukan sesuatu perbuatan, baik untuk hidupnya secara sosial maupun secara ekonomi.
Hal itu diungkapkan Retnowati dalam diskusi Kacamata Hukum yang disiarkan langsung di kanal YouTube Tribunnews.com, Senin (14/9/2020).
"Jika seseorang telah mendapatkan pelayanan kesehatan tetapi tidak menjadi lebih baik, tidak menjadi produktif kemudian."
"Juga dirugikan secara sosial maupun ekonomi maka pelayanan yang diberikan kepada pasien tersebut harus ditinjau apakah masuk dalam kategori malpraktik atau tidak," kata Retnowati.
Sebab, lanjut Retnowati, ada dua jenis kesalahan dalam setiap malpraktik, yakni kelalaian ataukah ada unsur kesengajaan.
Kemudian, untuk bisa disebut kelalaian harus ada dua kategori yang mandasarinya, yakni culpa lata dan culpa levis.