News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pam Swakarsa Dinilai Sebagai Alarm Demokrasi

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua SETARA Institute Bonar Tigor Naipospos

Padahal ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU No. 2 tahun 2002 tentang Polri menyebutkan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa sebagai salah satu Pengemban fungsi kepolisian.

Pada ayat (2) disebutkan bahwa pelaksana fungsi kepolisian, termasuk pengamanan Swakarsa, melaksanakan fungsi kepolisian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.

Sementara Peraturan Kapolri tidak termasuk dalam hierarki peraturan perundang-undangan pada Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang kemudian menjadi UU No. 15 tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

"Perubahan seragam satpam menjadi serupa dengan polisi dan disertai kepangkatan seperti yang diatur dalam Perkap Pam Swakarsa justru berpotensi melahirkan kesewenang-wenangan baru oleh oknum tertentu, seperti meluasnya razia bodong karena Satpam merasa punya kewenangan layaknya Polri. Potensi ini terbuka terjadi didaerah-daerah yang minim informasi perihal kebijakan ini," ujar Bonar.

Menurutnya, alasan perubahan seragam agar tumbuh kebanggaan satpam dan dekat dengan Polri tentu tidak memiliki dasar yang kuat, dan subjektif. Sebab, setiap profesi memiliki kebanggaan masing-masing.

"Kebijakan yang secara tidak langsung mengarah kepada integrasi Satpam ke bawah Polri ini justru mengingatkan kita dengan integrasi Polri dibawah atap ABRI dahulu yang memang terbukti tidak efektif lantaran tupoksi yang berbeda dan memicu pelbagai kecemburuan yang tidak konstruktif untuk perkembangan tiap-tiap institusi," kata dia.

Ketimbang membentuk Pam Swakarsa, menurut Bonar lagi, memastikan agenda reformasi Polri terus berjalan justru lebih penting.

Ia mengatakan, berbagai dugaan praktik penyiksaan dan kekerasan yang dilakukan anggota kepolisian terhadap warga sipil menjadi cerminan belum tuntasnya reformasi internal Polri.

Praktik-praktik tersebut mencerminkan tengah tumbuh suburnya kultur kekerasan dan kesewenang-wenangan aparat kepolisian dalam melakukan proses hukum.

Kata Bonar, berbagai kasus dugaan penyiksaan dan kekerasan oleh kepolisian tersebut justru menjadi sesuatu yang paradoks, karena Polri yang seharusnya memelihara keamanan, memberikan perlindungan, dan pengayoman terhadap masyarakat, tetapi justru markas kepolisianlah yang menjadi tempat tidak aman bagi warga sipil.

"Lebih jauh, berbagai kasus dugaan penganiayaan dan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian, mencerminkan motto Promoter (Profesional, Modern, dan Terpercaya) tinggal sebatas slogan lantaran kondisi di lapangan 180 derajat berbeda," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini