Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rancangan Undang-undang Kesejahteraan Lanjut Usia sedang dibahas di tingkat DPR RI.
Pada Senin (21/9/2020) kemarin, digelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang diselenggarakan Komisi VIII DPR RI mengenai di Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta.
Di kesempatan itu, hadir perwakilan Kementerian/Lembaga terkait yaitu dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Baca: Kemendikbud-BP2MI Siapkan Tenaga Pendamping Lansia untuk Dikirimkan ke Jepang
Kementerian Perhubungan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BPNB).
Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI, Harry Hikmat, mendukung langkah DPR RI menyusun RUU tentang Kesejahteraan Lansia yang visioner.
Menurut dia, Undang-undang Kesejahteraan Lansia harus mencakup Peningkatan Anggaran, Perlindungan, Akses dan Fasilitas serta Kesejahteraan Lanjut Usia.
Baca: Komite II DPD RI Gali Informasi Terkait RUU Penanggulangan Bencana
"Undang-undang kelak mampu memperkuat integrasi rehabilitasi sosial dengan jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan lansia," kata dia, dalam keterangannya, Selasa (22/9/2020).
Dia menjelaskan, kemudahan akses dan fasilitas bagi lansia, mulai dari akses lapangan kerja sektor informal, jasa dan perdagangan bagi lansia yang masih produktif, akses jaminan kesehatan hari tua.
Serta, akses perawatan dan terapi sosial, akses layanan mental spiritual, akses layanan reunifikasi, konsensi untuk kebutuhan dasar yang murah, diskon bahkan gratis dan mobil akses layanan keliling.
Hal ini, kata dia, perlu menjadi perhatian mengingat jumlah lansia terus bertambah setiap tahun. Sehingga perlu upaya mengantisipasi peningkatan jumlah lansia tersebut.
Untuk itu, dia melanjutkan, perlu ditingkatkan kualitas dan kuantitas program pelayanan bagi lansia, peningkatan peran keluarga, peningkatan layanan publik yang ramah lansia.
"Kampanye nasional kelanjutusiaan, peningkatan peran masyarakat dan swasta, peningkatan kualitas kesejahteraan sosial masyarakat, perluasan ATENSI bagi lansia hingga pemberdayaan lansia yang masih produktif," ujarnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Bappenas tentang proyeksi penduduk Indonesia tahun 2015-2035, Persentase lansia di tahun 2020 telah mencapai 10 %.
Persentase ini akan semakin meningkat hingga 16,5 % pada tahun 2035. Indonesia juga akan mengalami fenomena feminisasi lansia, yaitu suatu kondisi dimana jumlah lansia perempuan lebih banyak dibanding lansia laki-laki.
Harry menyampaikan bahwa perlu dipahami bersama Sebanyak 40,6 % lansia juga masih tinggal bersama 3 generasi dan 27.3 % tinggal bersama keluarga.
"Ini potensi yang perlu dipertahankan ke depan, karena lansia bisa berperan dalam pengasuhan anak dan dalam pengambilan keputusan di keluarga," ujarnya.
Indeks Penuaan di Indonesia berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus (Supas) Tahun 2015 yang dikelola oleh Bappenas menunjukkan bahwa pada tahun 2015, Indeks Penuaan tertinggi dimiliki Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan terendah adalah Provinsi Papua.
"Indeks penuaan ini menggambarkan usia harapan hidup yang tinggi," sebut Harry.
Dari sisi permasalahan kemiskinan, lansia termasuk kelompok dengan tingkat kemiskinan tinggi. Lansia termasuk kelompok rentan dari perilaku dan tindak kekerasan atau kejahatan.
Dia menjelaskan, kondisi kemandirian lansia di atas usia 60 tahun mengalami penurunan. Lansia yang mengalami penurunan kapabilitas fungsi memerlukan perawatan jangka panjang.
Selain itu, kata dia, Lansia juga menginginkan dirawat oleh pasangan dan anaknya sehingga perlu kemampuan dan keterampilan dalam perawatan terhadap lansia.
Oleh karena itu, sebagai bentuk penghormatan, pemenuhan hak dasar dan perlindungan terhadap lansia serta wujud Negara Hadir, Kemensos melalui Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial menginisasi Program Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) yang berbasis pada siklus hidup, yaitu pemberian layanan rehabilitasi yang merentang dari usia dini hingga lansia.
Bagi Kemensos, ada dua yang bisa didapat oleh lansia, yaitu layanan sosial melalui ATENSI dan ada bantuan sosial yang bisa dimanfaatkan seperti PKH maupun Sembako.
"Khusus layanan sosial berupa ATENSI bisa diakses lansia dari status sosial ekonomi terendah hingga tertinggi," tegas Harry.
Integrasi pelayanan sosial dengan bantuan sosial merupakan skenario dan referensi dalam Undang-undang Kesejahteraan Lansia.
Pelayanan sosial menjadi hal yang diperlukan. Karena itu perubahan paradigma layanan kedepan adalah pelayanan secara terpadu dan berkelanjutan, menjangkau seluruh warga serta program rehabilitasi sosial yang komprehensif.
Selain itu, perubahan paradigma layanan juga mengedepankan peran dan tanggung jawab keluarga, masyarakat dan lembaga yang bersifat temporer serta sumberdaya manusia yang profesional.
Peran lembaga pun diperlukan dalam implementasi ATENSI, salah satunya Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS).
Banyak LKS yang peduli pada lansia. Kami berharap ada pengaturan lebih lanjut di dalam Undang-undang Kesejahteraan Lansia, karena peran strategis LKS dibutuhkan untuk layanan berbasis keluarga dan komunitas.
Program ATENSI akan dilaksanakan di 41 Unit Pelaksana Teknis (UPT) milik Kemensos yang terdiri dari Balai Besar/Balai/Loka Rehabilitasi Sosial.
Layanan yang diberikan berupa layanan kebutuhan dasar, dukungan keluarga, perawatan lansia, terapi, keterampilan/kewirausahaan, bantuan & asistensi sosial serta dukungan aksesibilitas.