Dari 270 daerah yang mengadakan Pilkada, ada 243 pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan paslon dengan membawa massa. “Meski di dalam kantor KPU bisa menegakan protokol kesehatan, tapi di luar banyak protokol yang dilanggar. Itu jadi wake up call kita semua,” ujarnya.
Fritz tak menampik, protokol kesehatan tidak lagi cukup diawasi saat di dalam ruang KPU. Sejak 6 September sampai sekarang, Bawaslu juga telah melakukan koordinasi dalam rangka penerapan protokol di dalam dan di luar KPU.
Dia juga menyatakan, penetapan paslon hanya diumumkan via internet.
“Para paslon hanya dapat suratnya. Saat undian pun hanya boleh dihadiri oleh paslon, LO partai, dan satu perwakilan dari partai politik. Kalau datang ke kantor KPU bawa arak-arakan, pengundian tidak akan dilaksanakan,” bebernya.
Bawaslu juga telah membuat aturan untuk tidak membawa massa pasca sengketa. Jika ada yang datang membawa massa, maka dokumen dan sidang tidak akan dilaksanakan dan diproses sampai mengikuti protokol kesehatan.
Fritz mengingatkan peraturan ini harus ditegakan tak hanya dari Bawaslu dan kepolisian, tapi juga dari para peserta pemilu. “Tidak boleh lagi ada lomba-lomba, bazar, dan semacamnya. Parpol pun menerima untuk melanjutkan pilkada 2020 dengan menerapkan protokol kesehatan,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP UI Aditya Perdana mengingatkan, esensi pilkada adalah mengantisipasi kerumunan massa yang terjadi. Dia mengatakan, kata kuncinya adalah menghilangkan sekaligus semua kerumunan massa seperti yang disarankan Satgas Covid-19 dan epidemiolog.
”Karena sudah kebiasaan pemilu itu dianggap pesta, jadi ya berkerumun,” ungkapnya. Ia menambahkan, jika terjadi kerumunan, akan ada potensi sekitar 5 juta orang terinfeksi virus corona setelah proses pilkada selesai Desember nanti.
Aditya menilai masalah serius ada di aktor dan regulasi. Ia mengatakan, penyelenggara masih punya waktu untuk merevisi berbagai regulasi terkait pelaksanaan pemilu. Ia meminta, regulasi tersebut jangan hanya mencontoh dari format sebelumnya saat situasi normal.
Namun, penyelenggara harus benar-benar membuat peraturan yang memasukkan protokol kesehatan di setiap tahapan pemilihan.
”Jika masih tidak memuaskan, silakan pertimbangkan apakah para penyelenggara layak dievaluasi atau tidak, karena layak atau tidak bisa ditentukan publik,” ungkap Aditya.