Sementara hukuman Irman yang merupakan mantan Direktur Jenderal Dukcapil Kemdagri sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) hukumannya berkurang dari semula 15 tahun penjara di tingkat kasasi menjadi 12 tahun penjara.
Meski masa hukuman pidana penjara dikurangi, Majelis PK MA tetap menjatuhkan hukuman denda terhadap Irman dan Sugiharto yakni sebesar Rp500 juta subsider 8 bulan kurungan.
Selain itu, Irman dan Sugiharto juga tetap dijatuhi hukuman tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebagaimana putusan Kasasi.
Untuk Irman, Majelis PK menjatuhkan kewajiban membayar uang pengganti sebesar 500 ribu dolar AS dan Rp1 miliar dikurangi uang yang telah diserahkan Irman kepada KPK sebesar 300 ribu dolar AS subsider 5 tahun pidana.
Sementara Sugiharto diwajibkan membayar uang pengganti sebesar 450 ribu dolar AS dan Rp460 juta dikurangi uang yang telah disetorkan kepada KPK subsider 2 tahun penjara.
Andi Samsan membeberkan pertimbangan Majelis PK mengabulkan permohonan PK yang diajukan Irman dan Sugiharto serta mengurangi masa hukuman keduanya.
Salah satunya lantaran Irman dan Sugiharto telah ditetapkan KPK sebagai juctice collborator (JC) dalam tindak pidana korupsi sesuai keputusan Pimpinan KPK No. 670/01-55/06-2017 tanggal 12 Juni 2017.
Selain itu, keduanya juga bukan pelaku utama dan telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang signifikan terkait perkara korupsi proyek e-KTP.
"Sehingga Penyidik dan Penuntut Umum dapat mengungkap peran pelaku utama dan pelaku lainnya dalam perkara a quo," katanya.
Andi menegaskan, putusan PK Irman dan Sugiharto tersebut merupakan hasil musyawarah Majelis PK yang terdiri dari Hakim Agung Suhadi selaku Ketua Majelis PK serta Hakim Agung Krisna Harahap dan Sri Murwahyuni selaku Anggota Majelis.
Putusan Majelis PK tidak bulat lantaran Hakim Agung Suhadi menyatakan dissenting opinion atau mempunyai pendapat berbeda.
Suhadi menilai Irman dan Sugiharto memiliki peran penting dalam korupsi proyek e-KTP yang merugikan keuangan negara sekitar Rp2,3 triliun karena keduanya merupakan kuasa pengguna anggaran dalam proyek e-KTP.
"Namun demikian putusan PK kedua perkara tersebut hasil musyawarah majelis hakim PK tidak bulat karena Ketua Majelis, Suhadi menyatakan dissenting opinion (DO).
Suhadi menyatakan dissenting opinion karena Terpidana a quo memiliki peran yang menentukan yaitu sebagai kuasa pengguna anggaran," katanya.