TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan kembali menggelar sidang praperadilan yang diajukan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Irjen Napoleon Bonaparte terkait penetapannya sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri, Selasa (29/9).
Agenda sidang mendengar jawaban pihak Termohon, dalam hal ini Bareskrim Polri.
Dalam persidangan, tim hukum Bareskrim Polri menolak seluruh dalil praperadilan yang disampaikan Napoleon selaku Pemohon.
"Bahwa termohon menolak dengan tegas seluruh dalil permohonan praperadikan yang diajukan Pemohon, kecuali yang benar-benar diakui secara tegas oleh Termohon," tegas tim hukum Bareskrim Polri, di dalam sidang.
Bareskrim juga menyatakan, tidak akan menjawab satu persatu dalil yang disampaikan Pemohon.
Jawaban hanya akan dijawab dalam satu kesatuan jawaban utuh sesuai proses penyidikan.
Baca: Serahkan 38 Alat Bukti, Kuasa Hukum Irjen Napoleon Yakin Patahkan Semua Narasi Bareskrim Polri
Baca: Napoleon Ngaku Tidak Terima Suap, Bareskrim Polri Pertanyakan Surat-surat Terbitannya
Bareskrim menegaskan, proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan terhadap Napoleon sudah sesuai prosedur, satu di antaranya merujuk pada nota dinas Kadiv Propam Polri dan Kabareskrim Polri.
Menurut tim hukum Bareskrim Polri di persidangan, fakta perbuatan Irjen Pol Napoleon Bonaparte bahwa ia meminta kesepakatan ulang atas iming - iming penghapusan red notice Interpol Djoko Tjandra, dari semula disepakati Rp3 miliar menjadi Rp7 miliar dalam bentuk dollar amerika dan dollar singapura yang diberikan secara bertahap.
Kesepakatan ulang itu terjadi pada 13 April 2020 antara Napoleon dengan Tommy Sumardi -- yang juga merupakan tersangka gratifikasi dalam perkara penghapusan red notice Djoko Tjandra.
"Fakta perbuatan Pemohon adalah setelah adanya pertemuan kesepakatan tentang nilai sejumlah yang awalnya Rp3 miliar yang akhirnya nilai tersebut disepakati sebesar Rp7 miliar," ujar tim hukum Bareskrim Polri.
Fakta perbuatan, kata Tim Hukum Termohon, Pemohon itu didasarkan pada bukti yang sebelumnya telah disesuaikan antara saksi dengan saksi, saksi dengan bukti surat, dan bukti surat dengan bukti surat lainnya yang saling mendukung dan bersesuaian.
"Bukti CCTV jelas-jelas melihat uang tersebut diserahkan kepada Pemohon. Penyerahan uang tersebut berimplikasi pada pengambilan keputusan yang lebih menguntungkan pemberi suap," lanjut Termohon.
Atas uraian tersebut, Bareskrim Polri menolak seluruh dalil praperadilan Pemohon, dan meminta Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan permohonan Termohon untuk seluruhnya.
"Mohon berkenan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengadili dan memutus perkara ini untuk mengabulkan permohonan Termohon," kata tim hukum Bareskrim Polri.
Bantah Disuap
Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Irjen Napoleon Bonaparte mengajukan gugatan praperadilan terkait penetapan tersangka dirinya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Napoleon berstatus tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait penghapusan red notice di Interpol atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
Sidang perdana untuk gugatan praperadilan tersebut digelar di PN Jaksel pada Senin (21/9) lalu .
Pada sidang Senin (28/9) kemarin, Irjen Pol Napoleon Bonaparte menilai Bareskrim Polri selaku
Termohon tidak punya bukti penerimaan suap terhadap dirinya.
"Pemohon juga meyakini bahwa sampai saat ini penyidik tidak memiliki barang bukti suap sebagaimana yang disangkakan dalam pasal-pasal pidana yang dicantumkan dalam surat perintah penyidikan," kata Kuasa Hukum Napoleon, Putri Maya Rumanti saat membacakan surat permohonan praperadilan.
Napoleon membantah pernah menerima suap atau janji dalam bentuk apapun terkait penghapusan red notice atas nama Djoko S. Tjandra.
"Pemohon memang tidak pernah menerima pemberian suap atau janji dalam bentuk apapun terkait red notice atas nama Djoko S Tjandra," katanya. (danang/tribunnetwork/cep)