Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo mengatakan, saat ini kondisi sosial masyarakat, sebagaimana yang disaksikan semakin mengalami pembelahan (segregasi).
Menurut Karyono, masyarakat semakin terpolarisasi ke dalam blok politik, ideologi dan identitas sosial yang saling menyerang satu dengan lainnya, bahkan cenderung saling menegasikan.
Kasus terbaru adalah digaungkannya kembali isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) oleh sejumlah elit yang menimbulkan gesekan di masyarakat.
Oleh karena itu, wacana rekonsiliasi menjadi relevan untuk diangkat kembali.
Baca: Calon Anggota Ombudsman Harus Mampu Lakukan Mediasi dan Rekonsiliasi
"Semangat rekonsiliasi semestinya menjadi kesadaran kolektif untuk mempersatukan masyarakat dan menjaga keutuhan negara bangsa," kata Karyono kepada Tribunnews, Kamis (1/10/2020).
Lebih dari itu, kata Karyono, rekonsiliasi diperlukan untuk menghadapi tantangan global demi kemajuan bangsa ke depan.
Yang dibutuhkan adalah rekonsiliasi sosial yang melahirkan resolusi penanganan konflik, bukan sekadar rekonsiliasi politik seperti yang terjadi di pemerintahan Jokowi jilid II ini yang hanya mendamaikan elit politik dan sekadar berbagi kekuasaan.
Baca: Minta John Kei Diproses Hukum, Nus Kei Bakal Rekonsiliasi: Berhenti di Kami, Jangan Sampai Anak Cucu
Rekonsiliasi semacam itu, lanjut Karyono, terbukti tidak menyelesaikan akar persoalan. Terbukti, konflik elit politik di negara ini sejatinya sangat cair.
"Tetapi dampak yang ditimbulkan dari konflik politik yang dibungkus dengan ideologi dan SARA meninggalkan keretakan sosial di akar rumput," ucap Karyono.
Selain itu, konflik elit politik acapkali meninggalkan residu yang membelah masyarakat. Karenanya, upaya mewujudkan rekonsiliasi sosial menjadi penting mengingat masih adanya peningkatan kasus konflik di akar rumput sebagaimana yang kita rasakan saat ini.
Namun demikian, tidak mudah untuk mewujudkan rekonsiliasi tersebut jika tidak ada kesadaran yang kuat untuk menjalin persatuan bangsa dan saling memaafkan tanpa menghapus dosa sejarah yang pernah terjadi sesuai apa adanya.
Baca: Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Masuk dalam RUU Daftar Kumulatif
Upaya rekonsiliasi sejatinya sudah pernah diwacanakan sejak era Pemerintahan Abdurrahman Wahid hingga Joko Widodo.
"Tetapi gagal karena masih kuatnya ego kelompok," imbuhnya.
Selain itu, masalah yang menjadi penghambat rekonsiliasi adalah adanya kekuatiran dari pihak-pihak yang diduga terlibat dalam sejumlah peristiwa yang menimbulkan tragedi kemanusiaan.
Lebih dari itu, yang menjadi penghambat adalah elit politik yang sengaja memelihara konflik untuk tujuan tertentu.
"Karenanya, diperlukan sikap negarawan untuk mewujudkan rekonsiliasi," tutup Karyono.