TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menyoroti polemik Pilkada yang berlangsung di tengah pandemi Covid-19.
Padahal, seperti diketahui, kasus positif Covid-19 di Indonesia per harinya masih di angka 4 ribu.
"Kekhawatiran ini tentu semakin sangat beralasan, apalagi melihat rendahnya tingkat kedisiplinan dan kepatuhan para politisi dan anggota masyarakat terhadap protokol kesehatan yang ada dalam kegiatan yang terkait dengan pilkada yang akan diselenggarakan dalam masa pandemi," kata Anwar dalam keterangan yang diterima Tribunnews, Jumat (2/10/2020).
Dirinya mempertanyakan, jika Pilkada tetap berlangsung dan ternyata kemungkinan buruk terjadi, apakah pemerintah mau bertanggung jawab.
"Apakah cukup mereka menyampaikan permintaan maaf saja kepada rakyat luas, atau mereka harus diseret ke meja hijau untuk mempertanggungjawabkan keputusan dan perbuatannya? Dan kalau akan diseret ke meja hijau, siapa di antara mereka yang harus diseret, diadili, dihukum serta dipenjarakan?" tutur Anwar.
Baca: MUI Keluarkan 5 Taklimat untuk Pemerintah yang Tetap Gelar Pilkada 2020 saat Covid-19
Baca: MUI Usulkan Opsi Pilkada Lewat DPRD dan Pengunaan Sistem Plt Selama Pandemi Covid-19
Baca: Pilkada Tetap Digelar, MUI: Apakah demi Hak Konstitusi Ribuan Orang Mati
Pertanyaan itu terlontar sebab Anwar merasa pemerintah dan penyelenggara Pemilu tetap ngotot melaksanakan Pilkada di tengah pandemi.
"Memang benar pihak penyelenggara Pilkada sudah berkali-kali menyatakan bahwa mereka telah mempersiapkan langkah-langkah bagi terselenggaranya pilkada yang aman dari Covid-19," ucap Anwar.
Namun, faktanya di lapangan, Anwar menyebut hal itu tidak ada dan tidak terjadi, sehingga, sebagaimana Anwar mengutip pepatah, masih jauh panggang dari api.
Dirinya memang sepakat bahwa Pilkada adalah tanggung jawab bersama, tapi menurutnya pemerintah tidak bisa berlindung di balik kata-kata tersebut.
"Sehingga bila terjadi musibah dan malapetaka, maka tidak ada yang bisa dituntut karena pilkada ini adalah tanggung jawab kita bersama padahal kita tahu tugas negara dan pemerintah seperti yang diamanatkan oleh konstitusi adalah melindungi rakyatnya," katanya.
"Dan masyarakat luas sudah mengimbau dan mendesak pemerintah, KPU dan DPR untuk menundanya," pungkasnya.