Menurut Said Iqbal, UMK tidak perlu bersyarat dan UMSK harus tetap ada. Karena UMK tiap kabupaten/kota berbeda nilainya.
Lebih lanjut, Said Iqbal menilai tidak benar kalau UMK di Indonesia lebih mahal dari negara ASEAN lainnya. Karena kalau diambil rata-rata nilai UMK secara nasional, justru UMK di Indonesia jauh lebih kecil dari upah minimum di Vietnam.
"Tidak adil, jika sektor otomotif seperti Toyota, Astra dan lain-lain atau sektor pertambangan seperti Freeport, Nikel di Morowali dan lain-lain, nilai UMK-nya sama dengan perusahan baju atau perusahaan kerupuk. Karena itulah, di seluruh dunia ada Upah Minimum Sektoral yang berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri terhadap PDB negara," terang Said Iqbal.
Oleh karena itu, UMSK dinilai harus tetap ada. Namun jalan tengahnya, penetapan nilai kenaikan dan jenis industri yang mendapatkan UMSK dilakukan di tingkat nasional untuk beberapa daerah dan jenis industri tertentu saja.
Jadi nantinya UMSK tidak lagi diputuskan di tingkat daerah dan tidak semua industri mendapatkan UMSK, agar ada keadilan.
Sedangkan perundingan nilai UMSK dilakukan oleh asosiasi jenis industri dengan serikat pekerja sektoral industri di tingkat nasional.
Di mana keputusan penetapan tersebut hanya berlaku di beberapa daerah saja dan jenis sektor industri tertentu saja sesuai kemampuan sektor industri tersebut.
"Jadi tidak harus sama rata sama rasa, karena faktanya setiap industri berbeda kemampuannya. Karena itu masih dibutuhkan UMSK," ujar Said Iqbal.
Kedua, buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan.
Di mana 19 bulan dibayar pengsuaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.
Dalam hal ini, Said Iqbal mempertanyakan, dari mana BPJS mendapat sumber dananya?
"Dengan kata lain, nilai pesangon berkurang walaupun dengan skema baru yaitu 19 bulan upah dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan, ini dirasa tidak masuk akal.Karena tanpa membayar iuran tapi BPJS membayar pesangon buruh 6 bulan," jelasnya.
Said Iqbal bisa memastikan BPJS Naker akan bangkrut atau tidak akan berkelanjutan program JKP Pesangon dengan mengikuti skema ini, atau dengan kata lain dibuat aturan baru skema pesangon untuk tidak bisa dilaksanakan di lapangan.
Ketiga, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau kontrak seumur hidup tidak ada batas waktu kontrak. Buruh menolak PKWT seumur hidup.