Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja telah disahkan menjadi UU Cipta Kerja. Namun demikian, UU Cipta Kerja tersebut masih menuai pro dan kontra di masyarakat.
Politikus Hanura Inas Nasrullah Zubir turut angkat bicara perihal UU Cipta Kerja yang dinilainya tak mempertimbangkan dampak dari regulasi tersebut setelah disahkan.
"Adakah analisis dampak regulasi omnimbus law Cipta Kerja? Menurut saya, ada kekurangan dalam penyusunan RUU Cipta Lapangan Kerja ini, dimana penyusunan-nya hanya berlandaskan naskah akademik saja tapi tidak dilanjutkan dengan Regulatory Impact Analysis (RIA)," ujar Inas, kepada wartawan, Jakarta, Kamis (8/10/2020).
Baca: Unjuk Rasa Tolak UU Cipta Kerja Berujung Ricuh, Seorang Mahasiswa PMII Bekasi Alami Gegar Otak
Walaupun daftar inventaris masalah disusun setelah terbitnya naskah akademik RUU Cipta Kerja, akan tetapi Inas menegaskan filosofi itu berbeda dengan daftar identifikasi masalah dari RIA yang berdasarkan panduan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
Baca: Gara-gara Ikut Sahkan UU Cipta Kerja, Instagram Eko Patrio Diserang Netizen
"Sejak 2008, DPR sudah mengimplementasikan RIA, tapi sayangnya sering diabaikan juga, akibatnya dapat berpotensi menimbulkan gejolak ditengah masyarakat," kata dia.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI periode 2017-2019 itu mengatakan daftar inventaris Mmasalah dalam NA hanya berupa persandingan dengan UU sebelumnya.
Baca: Polri Terjunkan 2.500 Personel BKO Brimob Bantu Pengamanan Demo Tolak UU Cipta Kerja di Jakarta
Padahal jika mengikuti pedoman OECD, kata Inas, seharusnya Daftar Identifikasi Masalah itu mengenai negatif atau positifnya suatu kebijakan yang berisi semua kemungkinan yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan bagi rakyat dan negara.
"Oleh karena itu, suka atau tidak suka, sudah waktunya setiap anggota DPR dibekali pengetahuan tentang RIA dan bukan diserahkan kepada Badan Keahlian DPR, karena dalam kenyataannya RIA sering diabaikan," tandasnya.