TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Aksi demo menolak Undang-Undang Cipta Kerja diperkirakan masih bakal terjadi.
Setelah pekan lalu buruh dan mahasiswa yang melakukan aksi massa tersebut, kini giliran aliansi bernasis agama yang akan melakukannya.
Gabungan aliansi, yang mayoritas berbasis agama, pada Selasa 13 Oktober, memastikan akan turun ke jalan untuk memprotes Undang-undang Cipta Kerja.
Aksi unjuk rasa dimotori oleh Ormas Front Pembela Islam, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama, PA212 dan puluhan ormas lainnya.
Dalam poster resmi yang dibagikan di akun HRS Center, aksi akan dilakukan serempak di seluruh Indonesia pada 13 oktober mendatang.
Gabungan aliansi menamakan diri sebagai Aliansi Nasional Anti Komunis (Anak NKRI).
Sementara, di Jakarta, aksi akan dipusatkan di Istana Negara mulai pukul 13.00.
Sebelumnya, FPI, GNPF Ulama, PA 212 dan HRS Center menggelar jumpa pers bersama tentang penolakan terhadap UU Cipta Kerja.
"Mengamati perkembangan politik, hukum, yang semakin menjauh dari cita-cita nasional sebagaimana yang tercantum dalam mukadimah UUD 1945," ujar Slamet Maarif mewakili aliansi, dalam video yang dilihat Wartakotalive.com.
"Kebijakan penyelengaraan negara telah mendegradasi prinsip kedaulatan rakyat dan paham negara kesejahteraan dengan mengutamakan kepentingan oligarki kapitalis," imbuhnya
"Rezim lebih mengutamakan kepentingan geo-politik RRC dengan tetap mendatangkan tenaga asing yang berpaham komunis, tetap menggelar pilkada di tengah ancaman Covid-19 demi politik dinasti.
Di sisi lain, tindakan penyalagunakan kekuasaan, persekusi, intimidasi dan kriminalisasi masih terus berlangsung," imbuhnya.
Seiring dengan itu, sebutnya, pemerintah mengajukan RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang kini disahkan menjadi undang-undang.
"Kesemuanya itu menunjukkan penyelenggaraan negara di bawah kepemimpinan yang dzalim, yang menghancurkan sendi-sendi kehidupan yang berdasarkan Pancasila.
Rakyat telah dikorbankan, masa depan keutuhan dan kedaulatan negara terancam dengan kebijakan yang hanya menguntungkan segelintir orang," jelasnya.
Sementara itu, dalam siaran persnya, aliansi menyatakan mendukung aksi buruh, mahasiswa dan pelajar dalam memperjuangkan penolakan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) maupun aksi-aksi dalam segala bentuknya baik berupa mogok maupun hak untuk menyatakan pendapat, berserikat dan berkumpul menyuarakan kepentingan rakyat.
Kemudian, aliansi menasehati dan meminta pemerintah beserta seluruh lembaga dan aparat negara untuk menghentikan kezdaliman terhadap rakyat sendiri.
Mereka juga menyerukan untuk segera membebaskan tanpa syarat seluruh demonstran yang ditangkap dan menghentikan penyiksaan terhadap para demonstran yang masih dalam tahanan.
Selain itu, FPI, GNPF Ulama, PA 212 dan HRS Center juga mengajak semua elemen bangsa untuk bangkit berjuang dan menghentikan kezdaliman dengan segala daya upaya yang dimiliki.
“Mendesak segera dikeluarkan Perppu untuk membatalkan Undang-Undang Cipta Kerja dan Menuntut Partai Partai pendukung pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja untuk segera membubarkan diri karena telah menjadi kepanjangan tangan kepentingan Cukong Aseng dan Asing daripada menjadi penyalur aspirasi rakyat.”
PBNU tolak UU Cipta Kerja
Sikap PBNU sendiri menolak terhadap pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja dan akan melakukan uji materi atau judicial review Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Nahdlatul Ulama membersamai pihak-pihak yang berupaya mencari keadilan dengan menempuh jalur konstitusional dengan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi," kata Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj dalam keterangan tertulis
"Upaya hukum adalah jalur terbaik dan terhormat dalam mencari keadilan dibanding mobilisasi massa," imbuh Said.
Kiai Said juga menegaskan NU menolak UU Cipta Kerja yang baru disahkan Senin (5/10) lalu.
Menurutnya, UU tersebut jelas merugikan rakyat kecil dan menguntungkan kapitalis.
Said menyoroti keberadaan pasal pendidikan yang termaktub dalam UU Ciptaker.
Ketentuan tersebut terdapat dalam pasal 26 poin K yang memasukkan entitas pendidikan sebagai sebuah kegiatan usaha.
Kemudian Pasal 65 yang menjelaskan pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU Ciptaker itu.
Said menegaskan bahwa lembaga pendidikan bukanlah sebuah perusahaan. Ia menilai pasal tersebut dapat melahirkan potensi pendidikan yang disulap sebagai sebuah entitas untuk mencari untung atau komersil.
"Sektor pendidikan termasuk bidang yang semestinya tidak boleh dikelola dengan motif komersial murni," jelas Said.
Said juga menyoroti sistem kontrak kerja yang selama ini menjadi momok menakutkan bagi para buruh atau pekerja. Ia mengaku cukup memahami aspirasi dan penolakan dari buruh terkait hal itu.
Said memahami pengurangan komponen hak-hak pekerja seperti uang pesangon, uang penghargaan, dan uang penggantian mungkin menyenangkan investor. Namun, di sisi lain merugikan jaminan hidup laik bagi kaum buruh dan pekerja.
Lebih lanjut, Said juga menyinggung soal sertifikasi halal.
Menurutnya, dalam Pasal 48 UU Cipta Kerja telah mengubah beberapa ketentuan dalam UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
Hal tersebut dinilai mengokohkan pemusatan dan monopoli fakta kepada satu lembaga saja.
"Semangat UU Ciptaker adalah sentralisasi, termasuk dalam sertifikat halal," kata dia.
Menurut Said, sentralisasi dan monopoli fatwa di tengah antusiasme syariah yang tumbuh dapat menimbulkan kelebihan beban yang mengganggu keberhasilan program sertifikasi.
Selain itu, kata Said, UU Cipta Kerja itu juga akan mengokohkan paradigma bias industri dalam proses sertifikasi halal, karena kualifikasi auditor sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 14 adalah sarjana bidang pangan kimia, biokimia, teknik industri, biologi, farmasi, kedokteran, tata boga atau pertanian.
Maka dari itu, Said meminta warga NU harus memiliki sikap yang tegas dalam menilai UU Cipta Kerja. Ia menegaskan kepentingan rakyat kecil tetap harus diperjuangkan. (Wartakota)
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Giliran FPI, GNPF, PA 212 dan Puluhan Ormas Akan Gelar Aksi Besar Tolak UU Ciptaker di Istana Negara