Disampaikannya bahwa hambatan dan kesulitan dalam proses penagihan antara lain karena keberadaan pengembang yang sulit diketahui alamatnya, beberapa tidak menyebutkan secara jelas jenis dan luasan kewajiban, ada pemegang SIPPT atas nama perorangan yang telah meninggal dunia, serta adanya ketidaksesuaian kondisi eksisting bentuk dan luas lahan kewajiban antara KRK dan peta bidang.
“Masalahnya kita tidak memiliki regulasi atau aturan untuk menerima PSU secara parsial. Pemda juga harus sesuai aturan saat menerima PSU dari pengembang. Padahal pengembang itu tidak ada ruginya menyerahkan PSU karena tidak lagi perlu membayar PBB,” ujar Marullah.
Marullah juga menerangkan untuk periode 2017-2020, total penerbitan Berita Acara Serah Terima (BAST) pemegang SIPPT wilayah kota administrasi Jaksel ada sebanyak 79 BAST dengan nilai aset lahan dan konstruksi total Rp5,09 triliun. 60 persen di antaranya baru BAST sebagian kewajiban.
Dari total 79 BAST tersebut, sebanyak 66 BAST menjadi temuan BPK periode 2017-2020. Nilai total aset temuan BPK tersebut sebesar Rp4,7 triliun.
“Saya melihat para pengembang ini belum memiliki itikad baik dalam memenuhi kewajibannya. Seringkali kita panggil untuk upaya penyelesaian namun tidak pernah datang. Imbas dari ini semua, mayoritas apartemen di Jakarta belum layak fungsi, bermasalah secara administrasi, dan belum memiliki sertifikat,” kata Marullah.