TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Isu reshuffle (perombakan) kabinet kembali mencuat pada 1 tahun pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.
Reshuffle mengemuka karena beberapa menteri pembantu presiden Jokowi tidak maksimal bekerja.
Hasil survei Litbang Kompas yang dilansir, Selasa (20/102020) kemarin, menunjukkan sebesar 46,3 persen responden merasa tidak puas dengan kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin selama satu tahun terakhir.
Isu reshuffle kabinet sebelumnya juga pernah mencuat saat kabinet pemerintahan Jokowi baru berjalan tiga bulan.
Namun saat itu, Jokowi tidak melakukan perombakan kabinet pemerintahannya.
Baca juga: 1 Tahun Pemerintahan Jokowi-Maruf, Survei Litbang Kompas: 46,3% Responden Tak Puas, 39,7% Puas
Kinerja menteri buruk
Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI Aisah Putri Budiarti menyoroti buruknya koordinasi di tingkat menteri Kabinet Indonesia Maju dalam satu tahun ini.
Aisah pun meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan evaluasi terhadap jajaran pembantunya di tingkat eksekutif.
"Kalau diperlukan reshuffle itu wajar dan sah-sah saja, justru perlu dilakukan jika tidak memiliki kapasitas yang memumpuni," papar Aisah dalam diskusi online, Jakarta, Selasa (20/10/2020).
Aisah menjelaskan, evaluasi tersebut tidak hanya pada individu menterinya saja, tetapi perlu mengatasi persoalan sistem kabinetnya atau sistem kerjanya selama ini.
"Antara menteri satu dengan menteri lainnya suka tidak sama, misalnya saat dilarang pulang kampung. Ini problem koodinasi yang harus dipecahkan, agar empat tahun ke depan lebih efektif bekerja," papar Aisah.
Aisah juga melihat beberapa menteri tidak memiliki kemampuan dalam menjalankan tugas, pokok, dan fungsinya (tupoksi) secara maksimal dalam satu tahun ini.
"Setengah dari menteri juga tidak memiliki latar belakang dekat dengan birokrasi pemerintahan. Ini pastinya menyulitkan untuk bekerja," ucapnya.
Kata relawan Jokowi
Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ormas Projo melihat kinerja para menteri Kabinet Indonesia Maju tidak maksimal di tengah tantangan pandemi Covid-19 dan resesi ekonomi.
Sekretaris Jenderal Projo Handoko mengatakan krisis ini harus ditangani dengan kerja ekstra keras, disertai dengan kecepatan dan akurasi tinggi dari kabinet Indonesia Maju.
"Projo melihat kinerja Kabinet tidak maksimal, kurang greget," katanya, Selasa (20/10/2020).
Baca juga: Setahun Pemerintahan Jokowi-Maruf, Berikut Daftar Janji-janji Jokowi dalam Bingkai Visi Indonesia
Setahun pemerintahan periode kedua Presiden Joko Widodo dihadapkan pada ujian berat.
Kondisi ini seharusnya dimaknai sebagai peluang bagi Kabinet untuk menunjukkan militansi dengan gebrakan yang extraordinary untuk mengatasi keadaan.
Projo mengingatkan bahwa hasil survei terbaru tentang kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah kurang menggembirakan.
Presiden Joko Widodo bahkan pernah menyampaikan kekecewaannya terhadap kinerja kabinet dalam menghadapi pandemi Covid-19.
Projo menilai kerja-kerja extraordinary jajaran kabinet seperti harapan Presiden Joko Widodo belum sepenuhnya dilakukan.
Kata Politisi PPP
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menilai reshuffle kabinet belum tentu bisa menjamin adanya peningkatan kinerja pemerintah.
"Kalau soal reshufle, menurut hemat PPP belum tentu bisa menjamin adanya peningkatan kinerja pemerintahan jika pandemi Covid-19-nya belum bisa terkendali," ujar Arsul, ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu (21/10/2020).
Akan tetapi, Arsul melihat ketidakpuasan publik dapat diperbaiki jika pemerintah segera melaksanakan vaksinasi Covid-19.
Karenanya, PPP meminta kepada pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin tetap fokus pada penanggulangan pandemi Covid-19, termasuk memastikan bahwa vaksinasi atas Covid dapat segera dilaksanakan seperti yang sudah disampaikan pemerintah sendiri.
"Keberhasilan vaksinasi itu akan turut menentukan kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan," kata dia.
Arsul menerangkan ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintahan saat ini tidak bisa dilepaskan dari situasi akibat pandemi Covid-19.
Alasannya pandemi ini tidak hanya menggerus ketahanan kesehatan masyarakat. Melainkan juga merontokkan perekonomian masyarakat.
"Karenanya PP yakin bahwa ketidakpuasan publik yang besar tersebut akibat pandemi berkepanjangan dan ekonomi yang memburuk," jelasnya.
Anggota Komisi III DPR RI tersebut menegaskan PPP bisa memahami, baik dari sisi pemerintah maupun dari sisi masyarakat yang tidak puas.
Dari sisi pemerintah, menurutnya ketidakberhasilan mempertahankan target pembangunan dan capaian ekonomi terjadi akibat problem pandemi ini.
Penulis: Vincentus/Lusius/Seno