Mahfud mengungkapkan dugaan adanya pihak ketiga tersebut didasarkan adanya kemungkinan pembunuhan dilakukan oleh Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB) sehingga KKSB bisa menuding aparat yang melakukan hal tersebut.
"Meskipun ada juga kemungkinan dilakukan oleh pihak ketiga," kata Mahfud.
Selain itu, kata Mahfud, informasi dan fakta-fakta yang dihimpun tim di lapangan menunjukkan dugaan keterlibatan Kelompok Kriminal Bersenjata atau KKB dalam peristiwa pembunuhan terhadap dua aparat, yakni Serka Sahlan pada tanggal 17 September 2020 dan Pratu Dwi Akbar Utomo pada tanggal 19 September 2020.
Demikian pula, kata Mahfud, dengan kasus terbunuhnya seorang warga sipil atas nama Badawi pada tanggal 17 September 2020.
Untuk selanjutnya, kata Mahfud, pemerintah akan menyelesaikan kasus ini sesuai dengan hukum yang berlaku, baik hukum pidana maupun hukum administrasi negara.
Sejauh menyangkut tindak pidana berupa kekerasan dan atau pembunuhan, kata Mahfud, pemerintah meminta Polri dan Kejaksaan untuk menyelesaikannya sesuai dengan hukum yang berlaku tanpa pandang bulu dan untuk itu pemerintah meminta Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk mengawal prosesnya lebih lanjut.
"Adapun yang menyangkut hukum administrasi negara, Menko Polhukam menyerahkannya kepada institusi terkait untuk diselesaikan, agar mengambil tindakan seuai hukum yang berlaku pula," kata Mahfud.
Mahfud menegaskan TGPF bertugas mencari dan menemukan fakta terhadap peristiwa kekerasan dan penembakan yang terjadi di Kabupaten Intan Jaya dengan didukung data dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dalam rangka mencari informasi yang benar dan objektif untuk kemudian disampaikan kepada Pemerintah dan masyarakat.
"Tugas TGPF berbeda dengan tugas aparat penegak hukum yang diatur dalam Undang-Undang. Hasil pengumpulan data dan informasi ini untuk membuat terang peristiwa, bukan untuk kepentingan pembuktian hukum (pro justitia). Pembuktian hukum pun menjadi ranah aparat penegak hukum," kata Mahfud.