Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengungkap tekanan yang diterima Indonesia dari dunia internasional akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).
Siti Nurbaya mengatakan tekanan terbesar terjadi pada tahun 2015, pada masa awal-awal dirinya menjadi Menteri LHK.
"Terasa juga di internasional saya gara-gara 2015 asap itu. Tekanan internasional kepada Indonesia gila-gilaan dan diejek terus, dikata-katain terus," kata Siti Nurbaya dalam webinar Denpasar 12 'Waspada Bencana Nasional di Tengah Pandemi', Rabu (21/10/2020).
Baca juga: Presiden Jokowi Tidak Ingin Karhutla Duet Maut dengan Pandemi Covid-19
Menurut Siti Nurbaya, negara yang paling sering mengkritik Karhutla yang terjadi di Indonesia adalah Singapura.
"Apalagi Singapura negara kecil, tapi sok tahu banget, selalu mengejek," kata Siti Nurbaya.
Siti Nurbaya mengungkapkan tekanan tersebut mereda pada tahun 2017, setelah Karhutla di Indonesia mengalami penurunan hingga 165 ribu hektar yang terbakar.
Baca juga: Kasus Karhutla, 139 Orang Telah Ditetapkan Jadi Tersangka Sejak Awal 2020
Menurutnya, pemerintah telah menemukan pola dalam Karhutla yang bisa ditemukan cara mengantisipasinya.
Saat ini dirinya mengaku Indonesia lebih siap dalam menghadapi Karhutla.
"Jadi pola ini bisa kita ikuti ternyata. Jadi itu pada dimensi nilai-nilainya yang menjaga kita. Kalau ditanya apakah sudah siap, kelihatannya jauh lebih siap. Mungkin beberapa kali lipat lebih siap dibandingkan tahun 2015," ucap Siti Nurbaya.
Kunci penanganan Karhutla, menurut Siti Nurbaya terletak pada sinergi antarlembaga.
Selain itu, partisipasi masyarakat dalam penanganan Karhutla juga menjadi kunci.
"Yang paling penting dan unggul buat Indonesia itu adalah partisipasi publik. Itu kayaknya nggak ada lawan," ujar Siti Nurbaya.