TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah menetapkan 22 Oktober sebagai hari santri.
Tahun ini, pemerintah menetapkan tema “Santri Sehat Indonesia Kuat”.
Tema tersebut terkait dengan wabah Covid-19 yang masih belum menunjukkan tanda-tanda menurun.
“Tema ini adalah komitmen kita bersama dalam mendorong kemandirian dan kekhasan pesantren. Saya yakin jika santri dan keluarga pesantren sehat, dan bisa melewati pandemi Covid-19 ini dengan baik, Insya Allah negara kita juga sehat dan kuat,” ujar Menteri Agama Fachrul Razi, dalam pidatonya memperingati Hari Santri secara virtual, pada Kamis (22/10/2020).
Menurutnya, pesantren tempat santri menimba ilmu merupakan entitas yang rentan terpapar Covid-19.
Keseharian dan pola komunikasi para santri terbiasa tidak berjarak, antara satu dengan lainnya.
“Pola komunikasi yang islami, unik dan khas, namun sekaligus rentan penularan virus,” ujarnya.
Namun Fachrul Razi juga menegaskan, beberapa pesantren juga berhasil mencegah, mengendalikan, dan menangani dampak Covid-19 dengan baik di tengah keterbatasan fasilitas.
“Modal utamanya adalah tradisi kedisiplinan yang selama ini diajarkan kepada para santri, keteladanan, dan sikap kehati-hatian kyai dan pimpinan pesantren. Karena mereka tetap mengutamakan keselamatan santri dibanding lainnya,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Umum DPP LDII Chriswanto Santoso dalam keterangannya mengatakan Hari Santri menjadi momentum untuk meningkatkan pemberdayaan santri agar semangat santri sebagai pejuang bangsa terus menggema.
“Dalam perjalanan sejarah bangsa, di samping peran nyata dalam pergerakan dan perjuangan meraih kemerdekaan, pesantren berperan penting dalam melahirkan insan yang beriman dan berkarakter untuk mengisi pembangunan nasional dalam kerangka NKRI,” kata Chriswanto.
Bila pada tahun 1945, peran santri yang besar dalam perjuangan terutama dalam Perang Surabaya, kini santri menghadapi tantangan berat.
Baca juga: Refleksi Hari Santri, Ahmad Basarah: Cinta Tanah Air Adalah Bagian Dari Iman
Chriswanto mengungkapkan pesantren masih dipandang sebagai kelompok pendidikan yang masih terpinggirkan.
“Alumni pesantren dianggap tidak mampu bersaing dalam dunia pendidikan, dunia kerja maupun birokratisasi pemerintahan,” ujar Chriswanto.
Dalam dunia pendidikan misalnya, alumni pesantren tidak lantas dapat meneruskan jenjang pendidikan pada sekolah umum maupun perguruan tinggi selain perguruan tinggi keagamaan.
Dalam dunia kerja, alumni pesantren dianggap tidak memiliki kecakapan keterampilan, selain di bidang agama, padahal tidak demikian.
Baca juga: Puan: Hari Santri Nyalakan Semangat Gotong Royong untuk Indonesia
Menurut Chriswanto, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Pesantren membawa angin segar bagi masyarakat pesantren.
Undang-Undang yang disahkan Presiden Joko Widodo itu semakin meneguhkan eksistensi lembaga pendidikan tertua di Indonesia tersebut.
“Afirmasi dan rekognisi pesantren sebagai satuan pendidikan semakin nyata dengan dituangkannya fungsi dakwah dan fungsi pemberdayaan masyarakat dalam UU Pesantren,” ujarnya.
LDII sendiri menggabungkan pendidikan formal dengan pesantren.
Dengan demikian, santri selain memperoleh pengetahuan agama juga memiliki pengetahuan umum yang setara dengan sekolah atau pendidikan tinggi lainnya
Baca juga: Selamat Hari Santri Nasional 2020, Diperingati Setiap 22 Oktober, Berikut Sejarah & Tema Tahun 2020
Chriswanto mengatakan santri memiliki paket lengkap dalam hal kognitif dan afektif.
Sementara dari sisi kecerdasan emosional dan kecerdasan dalam menyelesaikan masalah, mereka andal karena terbiasa mandiri.
Mereka memiliki kesabaran dan analisis karena terbiasa menelaah kitab.
“Secara keseluruhan santri memiliki daya hafal yang tinggi, dengan demikian mereka adalah generasi yang cerdas,” ujar Chriswanto.
Dengan demikian, menurut Chriswanto, memberdayakan dan mendidik santri dengan ilmu agama dan ilmu pengetahuan serta teknologi, merupakan modal besar membangun Indonesia yang karakteristiknya profesional religius.