News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Akademisi: Rasionalisasi dan Penyederhanaan Jumlah Parpol Jalan Perkuat Sistem Presidensial

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ilustrasi

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rasionalisasi dan penyederhanaan jumlah partai politik menjadi salah satu cara untuk memperkuat sistem presidensial di Indonesia.

Hal itu disampaikan penulis buku Sistem Presidensial Indonesia, Prof Dr Lili Romli, dalam Webinar Bedah Buku 'Sistem Presidensial Indonesia' dalam aplikasi Zoom, Kamis (22/10/2020) malam.

"Perlu rasionalisasi partai politik. Bukan hanya dari segi jumlahnya saja tapi juga terkait dengan mentalitas partai politik," ujar Prof Lili Romli.

Baca juga: Menguji Kesiapan Parpol dalam Kampanye Daring Pilkada

Hal ini perlu agar presiden atau eksekutif tidak lagi tersandera oleh legislatif. Sehingga presiden bisa efektif dalam menjalankan pemerintahan pada koridor demokrasi.

Dengan penyederhanaan jumlah partai politik, tidak akan terjadi borong partai, sehingga tidak seimbangnya antara koalisi dengan oposisi.

"Dalam kasus syarat ambang batas presiden, muncul dua pasang. Kita tidak bayangkan setelah ada yang menang masih juga mencari tambahan koalisi dari lawan yang kalah. Sehingga ini juga perlu evaluasi terhadap sistem presidensial kita," jelasnya.

"Karena kalau ini tetap dipertahankan, maka kekuasaan presiden akan semakin kuat dan kontrol parlemen menjadi lemah. Tentu ini tidak demokratis," tambahnya.

Dosen FISIPOL Universitas Kristen Indonesia (UKI), Osbin Samosir melanjutkan, jumlah partai politik di Indonesia cukup tiga hingga lima saja.

Untuk itu perlu ditingkatkan syarat ambang batas parlemen dari 4 persen menjadi 5 persen atau lebih.

"Dengan menaikkan 4,5 atau lima persen saja, saya kira partai-partai yang tersisa hanya tiga hingga lima partai saja di parlemen," jelas Osbin Samosir.

Untuk itu pula dia menyarankan, pemilihan presiden dan legislatif bukan hanya berada pada satu waktu yang sama. Tetapi pemilihan presiden dan legislatif berada pada satu surat suara.

"Artinya sudah sejak awal misalnya Partai A, B dan C mengusung calon presiden ini. Partai lain mengusung calon lainnya," ucapnya.

"Dan perolehan suara partai A,B dan C otomatis menjadi perolehan calon presiden yang diusung," paparnya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini