"Jadi ironis memang, polisi bisa saja melarikan diri ke narkoba justru agar bisa menyelesaikan tugas dan menyesuaikan diri dengan segala kompleksitas tadi," ungkapnya.
Pada sisi itu, lanjut Reza, muncul keinsafan tentang pentingnya penataan tugas dan perhatian terhadap kesehatan personel.
"Ini, jelas, tidak bisa dipenuhi oleh personel sendiri. Harus ada peran organisasi secara keseluruhan," ungkapnya.
Lantas, mana lebih banyak mana polisi pakai narkoba atau polisi jual narkoba?
Menurut Reza, hal tersebut tergantung wilayah dan waktu.
"Tapi ada satu studi yang menemukan kasus polisi jual narkoba ternyata lebih banyak."
"Ini disebut korupsi polisi yang berkaitan dengan narkoba (drug-related corruption)," ungkapnya.
Baca juga: Tiga Bulan Ditangkap karena Narkoba, Catherine Wilson Menyesal, Merasa Kebebasannya Direnggut
Prestasi Polri
Lebih lanjut Reza menilai pembongkaran kasus oknum polisi pengedar narkoba ini merupakan prestasi Polri.
"Apapun itu, dibongkar dan dieksposnya skandal ini ke publik, ditambah lagi pengungkapan kasus LGBT di lingkungan kepolisian, merupakan prestasi Polri."
"Mereka, dalam dua skandal kakap tersebut, menepis blue curtain code, yaitu kecenderungan aparat penegakan hukum untuk menutup-nutupi kesalahan atau penyimpangan oleh sejawat," ungkapnya.
Menurut Reza, pengungkapan hal yang sejatinya memalukan itu berpotensi menumbuhkan kepercayaan dan penghormatan publik terhadap institusi kepolisian.
"Tinggal lagi, kalau perlu, dihitung-hitung berapa nilai kerugian yang diakibatkan oleh skandal polisi menjadi drug dealer (atau bahkan drug trafficker)."
"Penghitungan ini dibutuhkan agar kepada lembaga terpampang angka kerugian nyata yang sepatutnya dikompensasi oleh negara kepada masyarakat selaku pembayar pajak," ungkapnya.
Baca juga: Perwira Polisi di Riau Terlibat Narkoba, Mabes Polri: Anggota Yang Terlibat Dihukum Mati