News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Petugas Dukcapil yang Sengaja Perlambat Layanan Dokumen Kependudukan Bisa Kena Sanksi

Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi surat dan dokumen

TRIBUNNEWS.COM - Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengingatkan agar para petugas memberi pelayanan terbaik kepada masyarakat.

Dikutip dari laman kemendagri.go.id, Direktur Jenderal (Dirjen) Dukcapil, Zudan Arif Fakrulloh mengungkapkan, bila ada petugas Dukcapil yang sengaja memperlambat layanan dokumen kependudukan bakal dikenai sanksi.

Berdasarkan Pasal 92 UU No 23 Tahun 2006 yang mengatur layanan Adminitrasi Kependudukan (Adminduk), sanksi yang diberikan yaitu berupa denda paling banyak Rp 10 juta.

Namun, Zudan menyebut sanksi terberat bagi aparatur Dukcapil adalah bukan sanksi yang dijatuhkan oleh negara.

"Sanksi terberat bagi institusi itu justru dari masyarakat," ujar Zudan dalam dialog Ngopi Bareng Prof Zudan Episode ke-17 bertajuk 'Pelanggaran Adminduk Apa Sanksinya', Selasa (27/10/2020).

Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh (Rizal Bomantama/Tribunnews.com)

Baca juga: Kapuspen Kemendagri: Transparansi Informasi Jadi Kunci Sukses Penanganan Pandemi Covid-19

Zudan juga mengaku bersedih atas kesulitan yang dialami Ibu Yaidah (51) asal Surabaya.

Lantaran miskomunikasi dan salah pemahaman membuat perempuan asal Kelurahan Lidah Wetan, Kecamatan Lakarsanti Surabaya sampai harus berangkat ke kantor Kemendagri di Jakarta.

Diketahui Yaidah berniat mengurus akta kematian anaknya untuk tujuan klaim asuransi.

Padahal, di kantor kelurahan setempat semestinya urusan Yaidah bisa diselesaikan.

Zudan menegaskan kasus Yaidah sudah terselasaikan pada bulan September lalu.

Zudan pun menyebut tak pernah bosan mengingatkan Dukcapil harus selalu berbenah.

Baca juga: KPK Periksa Pejabat Kemendagri Terkait Kasus Korupsi KTP Elektronik

Dirinya meminta apabila petugas tidak mengetahui persoalan, katakan tidak tahu.

Ia meminta agar petugas menggunakan bahasa yang baik dan sopan.

Kemudian menanyakan solusinya kepada atasan.

Bila atasan langsung tidak paham, agar berkonsultasi ke Dinas Dukcapil Kota/Kabupaten setempat.

"Mengurus akta kematian cukup di kelurahan. Bila tidak selesai, pihak kelurahan mesti proaktif."

"Jangan dibiarkan masyarakat bergerak sendiri. Dukcapil yang harus mampu memberikan solusi," ungkapnya.

Baca juga: Kemendagri: Mendagri Tak Pernah Larang Peringatan Maulid Nabi SAW

Sementara kepada masyarakat, Zudan menyarankan, agar bertanya atau berkonsultasi dulu melalui layanan Whatsapp atau konsultasikan langsung ke Dinas Dukcapil terdekat.

Sebagai penanggung jawab akhir layanan Adminduk, Zudan langsung mengambil alih tanggung jawab dan tidak menyalahkan siapa pun.

"Fenomena yang tidak boleh terjadi lagi. Petugas Dukcapil dari atas sampai bawah harus aware dan care."

"Para Kadis Dukcapil yang lebih tinggi saya minta turun sampai ke level terendah," kata dia.

Cerita Lengkap Yaidah

Yaidah (51) ibu asal Surabaya yang mengurus akta kematian anaknya di kantor Kemendagri, Jakarta. (Tribun Jatim/istimewa)

Sebelumnya kisah Yaidah warga Lidah Wetan, Kecamatan Lakarsantri, Surabaya menjadi perbincangan.

Dirinya mengisahkan pengalaman mengurus akta kematian anaknya.

Bahkan hingga harus mengurus ke Jakarta.

Dilansir TribunJatim.com, cerita bermula dari anak Yaidah yang meninggal pada Juli 2020 lalu.

Baca juga: Kemendikbud Janji Bagikan Laptop untuk Pembelajaran Jarak Jauh Tahun Depan

Kemudian pada awal Agustus, Yaidah sudah mengurus akta kematian anaknya di kelurahan setempat.

Namun, tidak ada kabar dalam sebulan.

"Kok sampai pertengahan September juga belum jadi, bingung lah saya," kata Yaidah, saat dihubungi TribunJatim.com, Sabtu (24/10/2020).

Padahal Yaidah mengatakan ia segera membutuhkan akta kematian itu segera untuk klaim asuransi yang diberi deadline 60 hari.

Pada 21 September 2020 kemudian dia mencoba untuk langsung bertanya ke pelayanan di Dinas Dukcapil Kota Surabaya.

Lantaran situasi pandemi Covid-19, petugas menyampaikan pelayanan tatap muka sementara ditiadakan.

Baca juga: Kemendikbud Beri Peningkatan Literasi Media untuk 287 Ribu Dosen

Petugas awalnya menyuruh Yaidah untuk kembali mengurus di Kelurahan.

"Tak bilang gini, kalau di kelurahan bisa, saya gak mungkin ke sini," kata Yaidah menirukan kembali ucapannya kepada petugas saat itu.

Yaidah kemudian diperkenankan masuk langsung.

Sesampainya di sana, petugas yang berjaga sempat mengarahkan Yaidah untuk kembali ke lantai dasar, tempat pelayanan, dan sempat terjadi perdebatan.

Namun akhirnya, berkas yang dibawa oleh Yaidah diterima petugas.

Setelah menunggu, akhirnya petugas yang membawa berkas pun datang menemui Yaidah.

Baca juga: Dinas Pendidikan Diminta Lakukan Pendataan Terkait Ucapan Rasis Guru SMA yang Viral di WhatsApp

Sayangnya, dia menyampaikan jika akta kematian anak Yaidah tidak bisa diakses.

"Loh kaget, kenapa? Nama anak ibu ada tanda petiknya, tanda petik ini harus menunggu konsul dari Kemendagri di pusat," cerita Yaidah.

Selepas itu, dia berpikir bagaimana agar pengurusan itu cepat.

Dia memikirkan bagaimana lamanya jika harus menunggu hasil dari pusat itu.

Hingga akhirnya dia nekat memutuskan untuk ke Jakarta langsung.

Namun sesampainya di Ibu Kota, jalan Yaidah masih menemui kendala.

Ternyata bukan di Kemendagri sebagaimana disebut petugas.

Padahal dia sudah sampai di kantor tersebut.

Baca juga: VIRAL Pria Ini Wisuda Online Sambil Menemani Ibunya yang Terbaring Sakit, Banjir Haru dari Warganet

Oleh petugas di sana, dia diarahkan ke Kantor Direktorat Kependudukan dan Pencatatan sipil di Jakarta Selatan.

Kadung sampai di Jakarta, akhirnya dia pun kembali naik ojek ke Jakarta Selatan.

"Saya sendirian, waktu itu Jakarta PSBB," kata dia.

Sesampainya di sana, petugas kaget lantaran ternyata Yaidah merupakan warga Surabaya.

Kemudian oleh petugas, Yaidah diminta untuk menunggu.

Beruntungnya, saat itu dia bertemu petugas yang kebetulan merupakan orang Sidoarjo Jawa Timur.

Akhirnya, Yaidah curhat kepada petugas tersebut.

Baca juga: Gelapkan Uang Setoran Toko Rp 600 Juta, Sales di Surabaya Mengaku Gunakan Uang untuk Foya-foya

Dengan dibantu petugas itu, akhirnya akta kematian anak Yaidah berhasil didapat dari petugas Dispendukcapil Surabaya.

Dia berharap apa yang terjadi padanya ini, tak terjadi pada orang lain.

"Tidak terulang lagi, dan ada perbaikan," harapnya.

Sementara itu, Dispendukcapil memberikan klarifikasi terkait ramainya kisah Yaidah itu.

Pemkot meminta maaf dan menyebut hal itu lantaran miskomunikasi.

Kepala Dispendukcapil Surabaya, Agus Imam Sonhaji mengatakan, saat Yaidah ke Siola saat itu memang pelayanan tatap muka sementara ditiadakan.

“Kebanyakan mereka bekerja dari rumah,” kata Agus.

Yaidah disana mendapat informasi dari petugas yang kurang tepat.

Sebab, petugas itu tidak memiliki kapabilitas dalam menyelesaikan permasalahan Adminduk (Administrasi Kependudukan).

Alhasil, Yaidah salah menangkap pemahaman dan mengharuskan ke Kemendagri untuk menyelesaikan akta kematian anaknya itu.

"Sebenarnya proses input nama yang bertanda petik ke SIAK dapat diselesaikan oleh Dispendukcapil. Progres itu juga dapat di-tracking melalui pengaduan beberapa kanal resmi Dispendukcapil,” terang Agus.

"Kita tetap menyampaikan permohonan maaf kepada Bu Yaidah atas miskomunikasi ini, kami minta maaf. Ini juga sebagai evaluasi catatan bagi kami agar ke depan lebih maksimal dalam melayani,” ucap Agus.

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunjatim.com dengan judul Ibu di Surabaya Urus Akta Kematian Anak ke Jakarta, Gegara 'Tanda Petik', Pemkot: Catatan Bagi Kami

(Tribunnews.com/Gilang Putranto) (TribunJatim.com/Yusron Naufal Putra)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini