"Ya betul kami setuju (dengan rekomendasi Dewan Pengupahan)," ujar Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Shinta Kamdani kepada Kontan.
Menurutnya, hal itu mempertimbangkan kondisi perusahaan yang mengalami kesulitan dari sisi arus kas akibat Covid-19.
Hal tersebut, kata Shinta, berakibat pengusaha mengalami kesulitan untuk bisa mempertahankan usahanya.
Baca juga: Pemerintah Janji Tidak Hapus Upah Minimum Kok di UU Cipta Kerja
Baca juga: Pemerintah dan DPR Hapus Ketentuan Upah Minimum di RUU Cipta Kerja
"Malah ada banyak sektor yang sudah merumahkan karyawannya. Sementara pemulihan ekonomi butuh waktu dan kondisi pengetatan PSBB tentunya tidak membantu," lanjut Shinta.
Shinta pun tak menampik jika nantinya formula penghitungan upah minimum 2021 mengikuti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan, makan para pengusaha akan mengalami kesulitan dalam membayar upah.
Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Anggawira.
Anggawira mengatakan, dirinya berharap ada solusi terbaik berkaitan dengan penentuan upah minimum 2021.
Menurutnya, bila penetapan upah minimum 2021 sesuai dengan perhitungan yang ada, yakni berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi, mungkin terjadi penurunan.
Baca juga: Pengamat: RUU Cipta Kerja Dianggap Miliki Sisi Positif bagi Pekerja dari Aturan Upah Minimum
Baca juga: KSPSI Protes Kebijakan Upah Minimum Gubernur Ridwan Kamil
Hal itu disebabkan pertumbuhan ekonomi yang negatif dan deflasi yang mungkin terjadi akibat Covid-19.
"Saya melihat pemerintah dan dewan pengupahan sudah punya hitung-hitungan yang memang bisa secara logis dan secara realita ini dimalumkan," ujar Anggawira.
Ia pun berharap serikat pekerja bisa memahami situasi saat ini melihat pengusaha turut kesulitan, bahkan mengalami perlambatan dan pelumpuhan di beberapa sektor usaha.
(Tribunnews.com/Whiesa) (Kompas.com/Ade Miranti Karunia) (Kontan.co.id/Lidya Yuniartha)