TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Puluhan pelajar siswa sekolah menengah ditangkap terkait aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja yang berujung kericuhan beberapa waktu lalu.
Dari hasil pemeriksaan terhadap para pelajar yang ditangkap itu, ternyata banyak di antara mereka yang hanya ikut-ikutan.
”Ya, dari beberapa orang yang kami mintai keterangan, mereka ada juga di samping ajakan, rasa solidaritas tinggi.
Mereka dalam WA tersebut merasak ada kesamaan, satu rasa gitu.
Kalau mereka misalnya turun, mereka akan turun,” kata Kapolda Metro Jaya, Irjen Nana Sudjana dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Selasa (27/10/2020).
”Ini sebenarnya mereka lebih banyak dari ajakan. Mereka sepertinya ada rasa ingin mengetahui.
Baca juga: Kisah Pelajar SMP dari Keluarga Miskin di Lombok, Tak Ada Biaya Sekolah, Putuskan Menikah Dini
Ingin tahu bagaimana aksi demo itu, juga ingin merasakan kalau demo rusuh itu seperti apa.
Makanya dalam aksi demo itu mereka selalu melempari aparat polisi, mereka selalu memancing,” kata Nana.
Setelah dilakukan pemeriksaan, sebagian besar pelajar yang tertangkap ternyata juga tidak tahu apa itu Omnibus Law.
Nana mengatakan, saat dimintai keterangan, para tersangka pelajar tersebut mengaku tidak mengerti terkait tuntutan mereka, khususnya UU Cipta Kerja. Rata-rata pelajar hanya ikut-ikutan karena terprovokasi akun 'STM Se-Jabodetabek'.
”Apakah mereka sebenarnya tahu yang kemudian mereka melakukan demo tujuannya apa? Misalnya masalah selama ini tentang UU Cipta Kerja. Mereka faktanya dari hasil keterangan sama sekali tidak tahu," terang Nana.
Baca juga: Kapolda Metro Jaya: 31 Pelajar Ditahan Usai Aksi Unjuk Rasa Menolak Omnibus Law
"Mereka selama ini hanya mengikuti ajakan yang tadi saya sampaikan melalui media sosial, kemudian ajakan secara langsung, mereka diajak oleh seseorang," sambung Nana.
Polisi sendiri sudah menangkap sebanyak 2.667 orang terkait aksi unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja yang berujung rusuh pada awal dan pertengahan Oktober 2020 lalu.
Ribuan orang yang ditangkap itu diduga terlibat aksi unjuk rasa pada tanggal 8, 13, dan
20 Oktober.