Perspektif pertama, yaitu perspektif filosofis.
Bahwa larangan minuman beralkohol diperlukan untuk mewujudkan nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Kedua, dalam perspektif sosial.
Banyaknya orang yang meninggal karena minuman beralkohol, timbulnya kejahatan dan kekerasan di masyarakat, membuat RUU Larangan Minuman Beralkohol menjadi kebutuhan mendesak untuk menciptakan kestabilan sosial.
Ketiga, dari perspektif yuridis formal, khususnya hukum pidana.
Menurut Illiza, RUU Larangan Minuman Beralkohol sudah sangat urgen karena ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sudah tidak memadai sehingga perlu dibentuk UU baru.
Perspektif yang terakhir dalam RUU Larangan Minuman Beralkohol, dilihat dari aspek pembangunan hukum dalam rangka mewujudkan tujuan negara, tujuan hukum, dan tujuan hukum pidana.
(Tribunnews.com/Whiesa) (Kompas.com/Muhammad Idris)