TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir menegaskan bahwa dalam konteks keagamaan itu masyarakat hadir di tengah kehidupan yang tidak eksklusif.
Dirinya mengungkapkan terdapat banyak keragaman agama, golongan, paham, dan pilihan politik sehingga, menurut Haedar, masyarakat harus mengedepankan toleransi di tengah keragaman.
"Hidup dalam keragaman ini, memerlukan khazanah atau spiritualitas dan etika kehidupan beragama yang luhur. Kenapa? karena keragaman itu menuntut setiap pihak, setiap orang untuk saling tasamuh, saling toleran dalam keragaman," ucap Haedar dalam konferensi pers Milad Muhammadiyah ke-108 yang digelar secara daring, Senin (16/11/2020).
Baca juga: Muhammadiyah Minta Tokoh Agama Jadi Teladan yang Tampilkan Nilai-nilai Kedamaian
Haedar mengatakan Islam mengajarkan toleransi.
Menurutnya, nilai-nilai toleransi itu harus terus dihidupkan, sebagai cara untuk memelihara kehidupan bersama.
Dirinya mewanti-wanti potensi konflik beragama yang dapat timbul akibat pemaksaan kehendak satu golongan.
Terlebih jika institusi negara ikut di dalamnya.
Baca juga: Kemenko PMK Gandeng Muhammadiyah dan NU, Percepat Realisasi Gerakan Revolusi Mental
Menurutnya, konflik beragama akan memiliki dampak yang lebih keras dibanding konflik lainnya.
"Nah konflik atas nama agama ini harus kita cegah karena apa. Sekali agama masuk pada arena konflik, itu intensitas konflik itu akan sangat keras, arena membawa sakralisasi agama," tutur Haedar.
Dirinya meminta seluruh elemen bangsa untuk bijaksana dalam meletakkan nilai-nilai keagamaan.
Menurutnya, langkah ini perlu dilakukan untuk mencegah konflik keagamaan.
"Paham relasi yang inklusif. Kalau esklusif dan hanya ingin mementingkan kelompok dan golongannya sendiri itu nanti yang terjadi konflik atas agama. Sekali konflik atas agama itu muncul, itu memudarnya susah," pungkas Haedar.