"Pertama banding itu adalah hak yang diatur oleh hukum kita, jadi banding itu adalah upaya hukum yang harus kita hargai dan hormati sebagai cara penyelesaian masalah-masalah hukum. Jadi kita hargai dan hormati proses itu," kata Barita, Jumat (6/11).
Baca juga: Komjak Dukung Jaksa Agung Ajukan Banding Soal Putusan PTUN Terkait Kasus Semanggi I-II
Menurutnya berdasarkan pengalaman sebelumnya, pernyataan di DPR bukan produk hukum sehingga tak bisa menjadi objek gugatan di PTUN.
"Selama ini kan yang ada di dalam pemikiran kita dan memang begitu lah ketentuannya, objek sengketa tata usaha negara itu adalah adanya keputusan tata usaha negara yang sifatnya kongkret, individual dan final. Jadi dari aspek itu saya sampai sekarang belum melihat ada keputusan Jaksa Agung berkaitan dengan kasus pelanggaran HAM berat itu yang kongkret, individual dan final yang bisa dijadikan dasar dugaan adanya perbuatan melawan hukum," terangnya.
Lain halnya apabila Jaksa Agung mengeluarkan surat keputusan, maka hal tersebut menurut Barita bisa dilayangkan gugatan ke PTUN. Berdasarkan informasi yang dia terima, hingga saat ini Kejagung belum mengeluarkan keputusan mengenai kasus HAM berat, ia mendapat informasi berkas perkara kasus tersebut masih berproses antara Kejagung dan Komnas HAM.
"Sebagai Komisi Kejaksaan kami belum pernah menerima adanya keputusan Jaksa Agung soal pelanggaran HAM berat seperti yang berkembang itu, tapi kalau infonya dalam rapat kerja itu disampaikan, nah itu kan belum keputusan, kecuali dia ada tindak lanjutnya berupa keputusan baru," ungkapnya.
"Jadi saya kira ini menjadi satu bahan yang serius untuk kita lihat, ikuti perkembangannya, maka kalau ada upaya hukum banding itu merupakan langkah yang tepat, sebab yang bisa membatalkan putusan PTUN tingkat pertama adalah putusan hukum dalam hal ini upaya hukum banding. Supaya apa yang menjadi pandangan dan pertimbangan kejaksaan juga itu adalah pertimbangan hukum yang finalnya di putuskan oleh pengadilan sendiri," katanya.
Menurut Barita jika sudah ada dalam bentuk dokumen atau surat keputusan mengenai bukan pelanggaran HAM berat, maka bisa dijadikan objek sengketa ke PTUN. Meski begitu, ia tetap mendorong penuntasan kasus HAM berat.
"Walaupun demikian putusan hukum itu kita hargai dan hormati cuma seperti tadi supaya ini tidak kemana-mana, kalau saya lihat kalau itu adalah pendapat di dalam rapat kerja itu bukan keputusan tata usaha negara, itu adalah percakapan, dialog yang bebas saja, tapi tentunya ini masih berjalan, malah kita juga mendorong agar penyelesaian HAM itu segera dituntaskan," bebernya.
"Ini yang sementara sedang berjalan, ini sudah beberapa kali, ini sudah menjadi agenda, karena ini menjadi agenda makanya tidak ada yang saya lihat berupa itu pelangagran HAM, itu masih berjalan. Kalau itu bukan pelanggaran HAM itu pasti sudah tidak berjalan, sudah dihentikan, nah ini masih berjalan," tuntasnya.