Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menyarankan agar sekolah dibuka setelah vaksin Covid-19 ditemukan dan diproduksi secara massal.
Menurut Satriwan, hal ini dilakukan untuk melindungi warga pendidikan dari penularan virus corona.
"P2G pada intinya meminta kepada para Kepala Daerah, agar sekolah jangan dulu dibuka secara nasional, sampai vaksin Covid-19 sudah diproduksi, melalui semua tahapan uji coba, dan terbukti aman dan halal. Setelah prasyarat ini tercukupi, barulah sekolah bisa dibuka secara nasional bertahap," ujar Satriwan melalui keterangan tertulis, Minggu (22/11/2020).
Baca juga: Petugas Gabungan Gagal Minta Rizieq Shihab Swab Test Covid-19, Ini Penjelasan Kapolsek Tanah Abang
Satriwan menilai pembelajaran jarak jauh (PJJ) sebaiknya diteruskan sampai akhir tahun ajaran baru 2020/2021, yakni sampai Juli 2021.
PJJ diteruskan dengan sejumlah perbaikan.
Jika sekolah tatap muka kembali, Satriwan mengatakan pembelajaran berpotensi tak akan berjalan efektif dan optimal.
"Hal ini terjadi karena pembelajaran dibagi dua shift, tidak boleh ada kegiatan ekstrakurikuler, tidak boleh ada kegiatan olahraga, kantin ditutup, interaksi siswa antar kelas sangat terbatas, waktu belajar pun terbatas," tutur Satriwan.
Baca juga: Rapid Test Covid-19 yang Digelar di Dekat Rumah Rizieq Shihab Sepi Peminat
"Melihat ketatnya aturan pelaksanaan pembelajaran di sekolah, interaksi sosial siswa di sekolah juga sangat terbatas dan tak akan optimal, sama halnya dengan di rumah selama PJJ," tambah Satriwan.
Selain itu, Satriwan menilai guru tidak akan bisa optimal mengawasi aktivitas siswa setelah keluar dari gerbang sekolah.
Satriwan kemudian mengingatkan, bulan Desember akan dilaksanakan Pilkada serentak dan adanya liburan akhir semester, Natal, dan Tahun Baru.
"Artinya mobilitas masyarakat makin tinggi dan berpotensi menjadi sebaran baru Covid-19. Bayangkan Januari kemudian sekolah tatap muka dilakukan. Jadi kekhawatiran sekolah akan menjadi kluster terbaru Covid-19 sangat beralasan," kata Satriwan.
Temuan KPAI
Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai penyerahan keputusan membuka sekolah kepada Pemerintah Daerah bukanlah hal yang tepat.
Baca juga: Satgas Covid-19 Lakukan Pelacakan Agresif Terhadap Kluster Kerumunan Tebet dan Petamburan
"Merelaksasi SKB Empat Menteri dan menyerahkan kepada daerah, menurut saya tidak bisa begitu. Akhirnya, menyerahkan kepada daerah itu mengerikan karena kita tidak bisa mengukur seberapa mereka peduli," ucap Komisioner KPAI Retno Listyarti dalam diskusi bertajuk Ngopi Seksi, Minggu (22/11/2020).
Pernyataan ini disampaikan KPAI setelah melakukan kunjungan ke 48 sekolah di 21 kabupaten/kota di 8 provinsi.
Dari kunjungan itu ditemukan bahwa mayoritas sekolah di 8 provinsi belum benar-benar mempersiapkan proses Pembelajaran Tatap Muka (PTM) dengan baik.
Baca juga: Update 22 November 2020: Hanya Papua, Provinsi Tanpa Kasus Konfirmasi Covid-19
Salah satunya temuan di kota Tegal yang cukup membuat kaget KPAI.
Di mana ada sejumlah sekolah di dua kecamatan di Kota Tegal kedapatan sudah membuka tutup sekolahnya sebanyak 50 kali di masa pandemi.
Pada 7 September 2020, KPAI datang ke Tegal dan mencari informasi tentang proses pembukaan belajar tatap muka di sekolah.
"Kami saat itu cukup kaget, sejumlah di dua kecamatan ternyata sudah ada sekolah yang buka tutup sebanyak 50 kali. Sekolah ditutup karena ada kasus, tetapi selalu dibantah bahwa kasus bukan dari sekolah," ucap Retno Listyarti.
Baca juga: Warga Muara Angke Keluhkan Ketua RT yang Tarik Pungutan untuk Ambil Sembako Covid
Seorang orang tua siswa menceritakan, ada teman anaknya satu kelas positif Covid-19 karena bapaknya kerja di Jakarta.
Bapak dari orang tua itu kemudian meninggal dunia dan dinyatakan berstatus positif Covid-19.
Saat menjalani tes, si anak turut dinyatakan positif dan sudah dua minggu mengikuti sekolah secara tatap muka.
"Pada saat itu, sekolah langsung ditutup. Tapi uniknya teman satu kelas dan guru kelasnya sama sekali tidak dilakukan tracing," kata Retno Listyarti.
"Jadi sekolah langsung ditutup, tapi dua minggu kemudian buka kembali. Jadi ada kasus sekolah buka tutup berkali-kali. Setelah saya melihat di Tegal, secara persiapan kurang. Dukungan pemerintah daerah terhadap sekolah tampaknya juga kurang," ucap Retno Listyarti.
Seorang orang tua siswa menceritakan, ada teman anaknya satu kelas positif Covid-19 karena bapaknya kerja di Jakarta.
Bapak dari orang tua itu kemudian meninggal dunia dan dinyatakan berstatus positif Covid-19.
Saat menjalani tes, si anak turut dinyatakan positif dan sudah dua minggu mengikuti sekolah secara tatap muka.
"Pada saat itu, sekolah langsung ditutup. Tapi uniknya teman satu kelas dan guru kelasnya sama sekali tidak dilakukan tracing," kata Retno Listyarti.
"Jadi sekolah langsung ditutup, tapi dua minggu kemudian buka kembali. Jadi ada kasus sekolah buka tutup berkali-kali. Setelah saya melihat di Tegal, secara persiapan kurang. Dukungan pemerintah daerah terhadap sekolah tampaknya juga kurang," ucap Retno Listyarti.
Contoh lain temuan KPAI di Kabupaten Seluma di Bengkulu.
Di mana ada sekolah membuka kembali aktivitas belajar mengajar tatap muka tanpa pendampingan dari dinas kesehatan dan gugus tugas Covid-19 setempat.
"Dinas pendidikan daerahnya main buka saja hanya karena kebetulan waktu masih status hijau. Mereka buka sekolah dengan prinsip pakai masker dan muridnya separuh tanpa ada koordinasi dengan gugus tugas Covid-19 daerah, tanpa dinas pendidikan bikin MOU dengan dinas kesehatan," katanya.
"Itu sama sekali tidak dilakukan, jadi sekolah dibuka tanpa pendampingan Dina kesehatan dan gugus tugas daerah," sambung Retno Listyarti.
Ketika SKB Empat Menteri mau menyerahkan pembukaan kepada Pemerintah Daerah, KPAI justru cemas.
Retno Listyarti mengatakan, KPAI punya ketakutan karena telah melihat dengan mata kepala sendiri di 21 kabupaten/kota bagai mana penerapan protokol kesehatan dijalankan di sekolah.
KPAI melihat tidak semua daerah benar-benar peduli terhadap upaya penerapan protokol kesehatan di sekolah.
Seperti diketahui, Pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19.
Melalui SKB tersebut, Pemerintah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menerapkan pembelajaran tatap muka di sekolah pada Januari mendatang.
"Berarti pemerintah pada hari ini melakukan penyesuaian kebijakan, untuk memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah, Kanwil atau kantor Kemenag untuk menentukan pemberian izin pembelajaran tatap muka di sekolah-sekolah di bawahnya kewenangannya," ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dalam konferensi pers daring, Jumat (20/11/2020).