TRIBUNNEWS.COM - Pencopotan baliho dan spanduk Imam Besar FPI, Habib Rizieq Shihab masih menjadi perbincangan.
Pencopotan baliho Rizieq Shihab tersebut merupakan perintah Pangdam Jaya, Mayjen TNI Dudung Abdurachman.
Dudung Abdurachman menjelaskan awal mula mengapa ersonelnya bisa turun tangan mencopot baliho dan spanduk Rizieq.
Hal itu dibeberkan Dudung Abdurachman di Markas Kodam Jaya, Kramat Jati, Jakarta Timur, pada Senin (23/11/2020).
Diungkapkan Dudung, awalnya tindakannya yang memerintahkan langsung TNI untuk mencabut baliho Habib Rizieq Shihab menuai pro dan kontra.
Kendati demikian dikatakan Dudung lebih banyak pihak yang setuju dengan langkahnya itu.
Baca juga: PANTAS Tak Takut Jika Dicopot dari Pangdam Jaya, Mayjen Dudung Abdurachman: Dulu Saya Tukang Koran
Baca juga: MASA KECIL Pangdam Jaya Dudung Abdurachman: Loper Koran, Jual Klepon, Cari Kayu Bakar, Tahan Banting
Dudung Abdurachman mengatakan pihak yang menentang pasti tak tahu kisah dibalik peristiwa tersebut dapat terjadi.
"Kritikan itu paling sedikit yang dukungnya banyak, yang mengkritik itu tidak tahu ceritanya bagaimana penurunan baliho," ucap Dudung Abdurachman, dikutip TribunJakarta.com dari YouTube Kompas TV, pada Selasa (24/11/2020).
"Penurunan baliho itu udah 2 bulan dilakukan, itu Satpol PP, Polisi, dan TNI, bersama-sama kita lakukan," imbuhnya.
Dudung Abdurachman menjelaskan saat Satpol PP berusaha menurunkan baliho dan spanduk tak berizin Habib Rizieq Shihab, pihak FPI menentang.
DPR Bicara Soal Pencopotan Baliho Rizieq Shihab
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR Willy Aditya memahami keputusan Panglima Kodam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurrachman yang meminta anggotanya untuk mencopot baliho Habib Rizieq Shihab (HRS).
Willy menilai tindakan TNI tersebut tidak sesuai tugasnya karena aspek keamanan lingkungan merupakan domain aparat keamanan dan bukan aparat pertahanan.
"Urusan kriminal, itu urusan polisi, soal baliho, itu urusan satpol PP. Jadi mestinya, dalam hal ini Satpol PP yang melakukan itu."
'Soal banyak baliho itu melanggar atau tidak, itu urusan Pemprov, dalam hal ini DKI Jakarta," kata Willy kepada wartawan, Jakarta, Jumat (20/11/2020).
Menurut Willy, jika TNI sampai turun yang menyikapi hal yang bukan urusannya, maka tindakannya dapat disebut maladministrasi.
"Satpol PP tidak berdaya untuk menertibkan itu, sampai TNI jadi turun tangan dan itu disampaikan sendiri oleh Pangdam Jaya," ucapnya politikus NasDem itu.
Akibat hal tersebut, kata Willy, persoalan dministrasi publik menjadi dikangkangi oleh politik dan ini tentu tidak baik, serta tidak ideal dalam kehidupan bersama di ruang yang bernama kota.
"Kalau dalam filsafat politik itu, kota adalah ruang yang penuh keadaban."
"Nah, kalau suatu kota TNI sampai turun tangan, berarti ada masalah dengan kota itu," tutur Willy.
Apreasiasi IPW
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengapresiasi TNI yang menurunkan baliho Rizieq Shihab di berbagai tempat.
"Selain itu IPW mendukung manuver TNI di wilayah sipil di Petamburan atau di sekitar markas FPI pimpinan Rizieq."
"IPW menilai pencabutan poster-poster itu seharusnya dilakukan Satpol PP bersama Polri," kata Neta kepada Wartakotalive, Jumat (20/11/2020).
Sebab, katanya, sesuai ketentuan Perda, semua pemasangan spanduk, poster, dan baliho, harus memiliki izin dan tidak boleh dipasang seenaknya.
"Namun Satpol PP dan Polri tidak berani mencabut baliho baliho Rizieq."
"Sebab itu IPW memberi apresiasi kepada Pangdam Jaya yang sudah memerintahkan anggotanya mencabuti baliho Rizieq tersebut," ujar Neta.
Neta berharap jajaran Kodam Jaya segera membersihkan semua baliho Rizieq Shihab tanpa izin itu.
"Begitu juga dengan manuver TNI di wilayah Petamburan, IPW menilai hak ini harus dilakukan TNI untuk mengantisipasi situasi ketahanan negara dan keutuhan NKRI," tuturnya.
Sebab, menurut Neta, Rizieq Shihab sudah beberapa kali bermanuver yang bisa mengganggu keutuhan NKRI.
"Di antaranya jika datang ke Indonesia Rizieq mengatakan akan memimpin revolusi seperti di Iran."
"Kemudian Rizieq memberi ancaman 'memenggal kepala' dan lainnya," papar Neta.
Meskipun itu hanya ancaman kosong, menurut Neta, mengingat massa FPI cenderung radikal dan dari masyarakat bawah, ucapan Rizieq Shihab bisa berpotensi memicu kekacauan dan gangguan keamanan serta mengganggu keutuhan NKRI.
"Ucapan dan ancaman Rizieq itu makin riuh tatkala poster dan baliho Rizieq terlihat di mana-mana dan tanpa izin."
"Sehingga terkesan Rizieq dan orang orangnya seakan tidak tersentuh hukum," paparnya.
Ironisnya, menurut Neta, dalam situasi ini jajaran kepolisian hanya berdiam diri.
Manuver Rizieq Shihab yang melakukan kerumunan massa di tengah pandemi Covid-19, dibiarkan begitu saja oleh pihak kepolisian.
"Akibatnya Rizieq bebas bermanuver mulai dari saat tiba di bandara Soetta, di rumahnya di Petamburan, dan di puncak Bogor."
"Bebasnya Rizieq bermanuver seakan menggambarkan tidak adanya aparatur negara yang berani menghadapi Ketum FPI itu," ucap Neta.
Negara, kata Neta, sepertinya kalah dan tak berdaya menghadapi manuver Rizieq Shihab.
"Dalam situasi ini sangat wajar jika TNI turun tangan mengambil alih pengendalian situasi."
"Dengan melakukan manuver di sekitar wilayah Petamburan dan memerintahkan anggotanya mencabuti baliho Rizieq."
"Semua ini dilakukan TNI demi keutuhan NKRI dari ancaman dan manuver Rizieq maupun FPI."
"Manuver TNI di sekitar Petamburan dan pencabutan baliho Rizieq ini, sekaligus menunjukkan bawah negara tidak boleh kalah pada pihak-pihak yang bermanuver ingin mengacaukan atau merusak keutuhan NKRI," bebernya.
Viral Video
Sebelumnya, video pria berseragam loreng menurunkan baliho Rizieq Shihab, beredar viral.
Panglima Kodam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman memastikan hal itu merupakan perintahnya.
Pernyataan itu disampaikan Dudung usai gelar apel kesiapan Pilkada serentak tahun 2020, dan penanggulangan banjir di Monas, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (20/11/2020).
Dalam kesempatan tersebut, Dudung membenarkan informasi pencopotan baliho tersebut saat ditanyai wartawan.
"Terkait video anggota berbaju loreng turunkan baliho, itu perintah saya."
"Karena beberapa kali Pol PP menurunkan baliho itu tapi kembali dinaikkan lagi," tegas Dudung kepada perwarta, saat dikonfirmasi terkait video viral tersebut.
Dudung menjelaskan, dalam kesatuan TNI di wilayah Jayakarta, memang kerap ada patroli yang digelar oleh pasukan darat, laut, dan udara. Mereka tergabung dalam Dankorgatap.
Patroli tersebut bertujuan untuk menjaga persatuan dan kesatuan di wilayah Jadetabek.
Dudung menegaskan, penindakan keamanan tersebut tidak pandang bulu.
Terlebih, aturan pemasangan baliho sudah tertera dalam aturan Gubernur dan pemerintah daerah.
"Ini negara hukum, jadi harus taat hukum."
"Kalau pasang baliho ada aturannya, ada bayar pajaknya, tempatnya juga sudah disediakan," ujar Dudung.
Sehingga, Dudung mengingatkan tidak boleh ada pihak-pihak yang sewenang-wenang dan melanggar aturan.
Dudung mengimbau agar organisasi-organisasi yang tidak taat dengan hukum, membubarkan diri.
"Kalau perlu FPI bubarkan saja itu kalau coba-coba dengan TNI," tegas Dudung.
Ia juga mengingatkan FPI agar tidak lagi memasang baliho-baliho yang mengajak revolusi.
Jika masih ditemukan baliho-baliho seperti itu, pihak TNI tidak akan segan-segan mencopot baliho-baliho tersebut.
"Saya tidak akan segan-segan tindak keras yang coba ganggu persatuan dan kesatuan di wilayah Jayakarta ini," papar Dudung.
Menurut Dudung, FPI tidak dapat disebut mewakili umat Islam secara seluruhnya.
Sebab, masih banyak Umat Islam yang mencintai perkataan yang baik dan bertingkah baik.
(Tribunnews.com/Seno Tri Sulistiyono)