Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengacara dari Kantor Hukum FAS & Partners Law Office Maulana selaku kuasa hukum korban pengeroyokan 11 oknum TNI yang menyebabkan kematian kecewa dengan putusan yang dijatuhkan majelis hakim pengadilan militer II-08 Jakarta terhadap para oknum TNI tersebut.
Ia menilai putusan tersebut menyimpang dari harapan keluarga korban.
Seharusnya, kata Maulana, majelis hakim mewujudkan peradilan yang berkualitas dengan putusan yang eksekutabel berisikan syarat integritas, pertimbangan yuridis pertama dan utama, filosofis, dan diterima secara akal sehat agar keadilan tidak pincang dan tidak berat sebelah.
Baca juga: KSAD Jenderal Andika Perkasa Keluhkan Jumlah Alutsista TNI AD Masih Terbatas
Maulana menilai majelis hakim memutuskan perkara tersebut tidak proporsional dan tidak berisikan asas kepastian hukum, kemanfaatan dan tidak mengandung nilai-nilai keadilan.
"Saya selaku kuasa hukum Korban almarhum Jusni merasa kecewa dengan adanya putusan majelis hakim pengadilan militer dengan nomor perkara 161-K/PM.II-08/AD/VIII/2020 menyimpang dari harapan pencari keadilan pada keluarga korban," kata Maulana ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (26/11/2020).
Baca juga: Latihan Tempur di Baturaja, TNI AD Serbu Pasukan Musuh Lewat Serangan Darat dan Udara
Berdasarkan fakta dalam peristiwa tersebut, menurut Maulana, semestinya semua para terdakwa dihukum dengan hukuman yang seberat-beratnya dan dipecat secara tidak hormat.
Ia menilai majelis hakim tidak mempertimbangkan para terdakwa sebagai alat negara yang merusak citra kesatuan sehingga seharusnya para terdakwa menjaga dan melindungi warga negara dan tidak menyakiti hati rakyat sesuai sumpah prajurit dan sapta marga.
Selain itu, Maulana juga menilai putusan majelis hakim membuktikan ada upaya perlindungan kepada para terdakwa yang melakukan penyiksaan terhadap Jusni.
Baca juga: Warga Manfaatkan Momen Latihan Tempur TNI di Baturaja untuk Berfoto Selfie
"Putusan majelis hakim jika dibiarkan seperti ini maka kedepannya kesewenang-wenangan aparat akan melakukan penyiksaan terus menerus kepada rakyat sipil jika hakim memutuskan tanpa ada pertimbangan hukum yang adil," kata Maulana.
Ia juga menilai kasus tersebut merupakan perbuatan melawan hukum yang bertentangan dengan sejumlah aturan di antaranya Ketetapan MPR No XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 28 g ayat 2 UUD 1945, bertentangan Konvensi anti penyiksaan yang telah diratifikasi kedalam undang-undang nomor 5 tahun 1998.
Selain itu juga, kata Maulana, Pasal 33 ayat 1 UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Perarturan Panglima TNI (Perpang) nomor 73/XI/2010 tentang penentangan terhadap penyiksaan dan perlakuan lain yang kejam dalam penegakan hukum dilingkungan Tentara Nasional Indonesia.
"Kami mengajukan pengaduan di Komnas HAM, Ombudsman RI, dan mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum dalam waktu dekat," kata Maulana.
Diberitakan Kompas.com sebelumnya Majelis hakim Pengadilan Militer Jakarta memutuskan, 11 anggota TNI bersalah karena menganiaya hingga tewas seorang warga bernama Jusni di Tanjung Priok, Jakarta Utara pada Februari lalu.