TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya menangkap seseorang berinisial H lantaran diduga melakukan penyebaran video ajakan jihad dalam azan yang viral di media sosial.
H ditangkap di kawasan Cakung, Jakarta Timur, Kamis (3/12/2020).
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, penangkapan H bermula dari laporan masyarakat soal beredarnya video yang dinilai dapat memicu kegaduhan.
"Tersangka H menyebarkan video yang marak sekarang ini di medsos adanya pengungkapan azan yang diubah. Hayya'lash sholah menjadi hayya alal jihad," ujar Yusri di Polda Metro Jaya, Kamis.
Baca juga: Penyebar Video Azan Diganti Seruan Jihad Mengaku Mendapatkan Gambar dari Grup WhatsApp
Yusri menjelaskan, tersangka menyebarkan video tersebut secara masif melalui akun instagram pribadinya @hashophasan.
"Kemudian dilakukan pemeriksaan dan memang betul akun itu adalah milik dari saudara H sendiri," kata Yusri.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, H tercatat berkerja sebagai kurir dokumen di salah satu perusahaan ekspedisi swasata di Jakarta.
Hingga kini polisi masih mendalami motif dari H menyebarkan video yang seolah-olah merupakan ajakan berjihad melawan musuh.
"Tersangka disangkakan Pasal 28 juncto Pasal 45 Undang-Undang Normor 19 tahun 2019 atas perubahan Nomor 18 tahun 2008 tentang ITE ancaman enam tahun penjara. Kami lapis di KUHP Pasal 156a ancaman lima tahun penjara dan Pasal 160 ancaman enam tahun penjara," tutup Yusri.
Baca juga: BREAKING NEWS: Polda Metro Jaya Tangkap Penyebar Video Azan Diganti Seruan Jihad
Kalla nilai salah
Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla sebelumnya menegaskan seruan jihad yang ditambahkan pada azan adalah keliru dan tidak boleh dilakukan di dalam masjid.
“Azan hayya alal jihad itu keliru, harus diluruskan. DMI menyatakan secara resmi menolak hal-hal seperti itu,” kata dia, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (1/12/2020), seperti dikutip Antara.
Ia menjelaskan, jihad jangan dipahami sebagai konteks negatif untuk melakukan tindak kekerasan dengan mengatasnamakan agama Islam.
"Jihad tidak selamanya bermakna negatif karena menuntut ilmu atau berdakwa juga bisa diartikan sebagai jihad. Sehingga kalau mau berjihad, dapat dilakukan dalam menuntut ilmu atau berdakwa,” kata dia.
Kalla menegaskan bahwa masjid tidak boleh digunakan sebagai tempat untuk menyebarkan ajaran radikal dan mengajak pertikaian antarumat beragama.
“Masjid jangan dijadikan tempat untuk kegiatan yang menganjurkan pertentangan,” kata mantan Wakil Presiden itu.
Kalla menyampaikan pesan tersebut saat melakukan rapat virtual bersama pengurus DMI dan pemuda-remaja masjid se-Indonesia dari kantor DMI di Jakarta, Selasa.
Kepada seluruh pengurus masjid di daerah, Kalla mengingatkan kembali regulasi dan prinsip DMI bahwa masjid tidak boleh dijadikan tempat kampanye.
“Kita harus menjaga masjid, tidak boleh membawa masalah perbedaan pilihan ke masjid,” kata Kalla.
Terkait video tentang seruan jihad dalam kumandang azan, Kalla menegaskan hal itu salah.
Seruan jihad harus diluruskan sebagai sesuatu yang bermakna baik, bukan sebagai ajakan berbuat kekerasan dengan mengatasnamakan Islam.
"Jihad jangan dijadikan seruan untuk membunuh, membom atau saling mematikan; karena itu bisa menimbulkan aksi teror seperti yang akhir-akhir ini terjadi di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah," kata Kalla menegaskan.
Tidak relevan
Sementara itu, Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi mengatakan, tidak relevan jika jihad perang dikaitkan dengan situasi Indonesia saat ini.
"Jika seruan itu dimaksudkan memberi pesan berperang, jelas tidak relevan. Jihad dalam negara damai seperti Indonesia ini tidak bisa diartikan sebagai perang," kata Zainut.
Ia belum bisa menyimpulkan maksud dari konten adzan yang viral tersebut. Jika itu dimaksudkan untuk menyampaikan pesan perang di Indonesia, maka tidak relevan karena saat ini dalam situasi damai.
Untuk itu, Wamenag mengajak pimpinan ormas Islam dan para ulama untuk bisa memberikan pencerahan kepada masyarakat agar tidak terjebak pada penafsiran tekstual tanpa memahami konteks dari ayat Al Quran atau Al Hadits.
Pemahaman agama yang hanya mendasarkan pada tekstual, kata dia, dapat melahirkan pemahaman agama yang sempit dan ekstrem.
Apapun motifnya, video tersebut bisa berpotensi menimbulkan kesalahan persepsi di masyarakat.
"Di sinilah pentingnya pimpinan ormas Islam, ulama dan kiai memberikan pencerahan agar masyarakat memiliki pemahaman keagamaan yang komprehensif," kata dia.
Dalam menyikapi persoalan tersebut, Zainut meminta setiap pihak untuk menahan diri, melakukan pendekatan secara persuasif dan dialogis sehingga bisa menghindarkan diri dari tindakan kekerasan dan melawan hukum.