TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tipikor Jakarta kembali menggelar sidang perkara gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan terdakwa Pinangki Sirna Malasari, pada Senin (7/12/2020).
Pada agenda pemeriksaan saksi ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi bernama Muhammad Niki Ryan selaku supervisor PT Astra International BMW cabang Cilandak.
Ia dihadirkan untuk mendalami keterangan soal pembelian mobil BMW X5 yang dibeli Pinangki.
Dalam persidangan, jaksa mulanya menunjukkan sebuah email yang berisi surat permohonan permintaan harga (SPPH).
Pada SPPH itu tertulis Pinangki selaku pembeli, membeli mobil BMW secara cash dengan sumber uang hasil menang kasus.
Melihat hal itu, Ryan kemudian menyebut keterangan soal sumber uang itu hanya sebatas asumsinya saja.
"Itu hanya asumsi," kata Ryan di persidangan.
Mendengar Ryan menyatakan asumsi, kemudian jaksa menanyakan alasan dirinya menyatakan hal tersebut.
Baca juga: Saksi Sebut Mobil BMW X5 Hasil Menang Kasus, Pinangki : Tidak Logis Saya Bilang Begitu ke Sales
Ia menjelaskan bahwa asumsi yang ia berikan agar mempercepat proses persetujuan semata.
"SPPH ini dibuat untuk marketing activity, (pembelian) customer cash apa kredit. Karena kita ada analisa," kata Ryan.
"Karena saat itu saya untuk segera percepat approval, saya hanya asumsi," ucapnya lagi.
Lantaran keterangan yang berbeda dengan berita acara pemeriksaan (BAP) miliknya, hakim lantas menyinggung soal sikap saksi yang seakan mempermainkan asumsi tersebut.
Dengan mengartikan bahwa seorang jaksa yang menang kasus akan mendapat uang.
"Kalau advokat menang perkara mungkin dapat fee dari kliennya, tapi kalau jaksa saudara bisa perkirakan menang kasus dapat uang, saudara itu ke sasar namanya itu asumsi saudara itu. Bisa dikomplain institusi kejaksaan, dan jaksa itu penegak hukum nggak ada menang-kalah," tegas hakim.
Kemudian Ryan mencabut BAP sebelumnya yang menyebutkan soal menang kasus. Ia meralatnya dengan menghapus kata - kata tersebut.
Pada persidangan sebelumnya, Sales Center PT Astra Yeni Pratiwi yang dihadirkan sebagai saksi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya menyebut bahwa pembelian mobil BMW tipe SUV X5 yang dibeli Pinangki secara tunai Rp1,7 miliar dengan beberapa kali pembayaran disebut dari uang hasil menang kasus.
Pembayaran itu dimulai sejak 5 Desember 2019 sebesar Rp475 juta. Pembayaran kedua pada 9 Desember Rp490 juta.
Selanjutnya pada 11 Desember Pinangki melakukan pembayaran ketiga sebesar Rp490 juta. Lalu pada 13 Desember Pinangki membayarkan Rp100 juta lewat transfer Panin Bank
Kemudian pada 13 Desember dibayarkan Rp129 juta. Sehingga total pembayaran mobil BMW SUV X5 mencapai Rp1,709 miliar.
"Iya (cash) ditambah biaya asuransi Rp31 juta dan pajak progresif Rp10,6 juta," ucap Yeni di persidangan.
Berkenaan dengan pembelian mobil itu, jaksa kemudian kembali mengonfirmasi ke Yeni terkait alasan sumber uang yang disampaikan Pinangki. Mengingat Pinangki membeli mobil tersebut secara tunai.
"Saksi nanya, kenapa beli tunai dan sumber uang?," tanya jaksa.
"Waktu itu menang kasus," jawab Yeni.
Lantas, hakim mempertegas kesaksian Yeni yang sempat menyebut Pinangki membeli mobil dari hasil menang kasus.
"Saya ingin mencari keterangan terdakwa terkait menang kasus tadi ya. Apakah betul terdakwa yang menyampaikannya?," tanya hakim.
"Saya lupa, waktu itu saya menanyakan emang itu dari kantor itu menanyakan mau cash atau leasing. Kalau cash itukan ditanya dari mana (asal uang)," jawab Yeni.
"Saudara kan di BAP, kebetulan ada budget habis menang kasus tapi saudara tidak menanyakan lebih jauh kasus apa, gitu ya?," tanya hakim lagi.
"Iya (red: tidak menanyakan)," kata Yeni.