TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyoroti terjadinya kemerosotan demokrasi di Indonesia.
Usman menerangkan kemerosotan demokrasi dapat dilihat dari beberapa hal.
Misalnya, dalam hal ruang kebebasan untuk berpendapat dan berekspresi, yang dipersoalkan melalui pidana maupun di luar proses hukum.
"Misalnya intimidasi terhadap akademisi, aktivis mahasiswa, aktivis HAM, aktivis perempuan juga sejumlah jurnalis," ujar Usman Hamid melalui diskusi virtual Evaluasi Akhir Tahun Isu HAM Era Jokowi & Kekerasan Negara, Rabu (9/12).
Baca juga: Jawaban Polisi Soal Temuan Amnesty Internasional: Sampai Detik Ini Tidak Ada Laporan Kekerasan
Usman menerangkan kebebasan berpendapat di Papua dilakukan dengan pemblokiran internet, lalu dengan penangkapan terhadap 35 aktivis politik.
Hingga kini kekerasan di Papua masih terjadi.
Dalam skala nasional, kata Usman, Amnesty International mengungkap 51 video yang menunjukkan 43 insiden kekerasan polisi terhadap pengunjuk rasa pada demonstrasi penolakan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja oleh elemen buruh dan mahasiswa.
Baca juga: Soal Pilkada dan Demokrasi, Ini Kata Jubir Kemlu RI
Selain itu, di 2020 terjadi kemunduran dalam kesetaraan gender, yakni dengan mengesampingkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Bahkan akhir Juni 2020 lalu DPR RI mengumumkan dikeluarkannya RUU PKS dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2020.
Usman juga menyinggung soal kebebasan dalam beroposisi politik dari arus bawah.
"Kalaupun muncul di masyarakat, mahasiswa jadi aktor oposisi kembali, juga ada KAMI tapi mendapat represi serius dengan penangkapan berlebihan di luar prosedur hukum. Ruang kebebasan sipil dan beroposisi mengkonfirmasi kemunduran demokrasi di Indonesia," tutur Usman.
Hanya satu yang disyukurinya pada tahun ini, yakni tetap berlangsung Pemilihan Kepala Daerah.
"Yang belum merosot berlangsungnya Pilkada. Indonesia masih bisa dibilang elektoral demokrasi," sambungnya.