Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tipikor Jakarta, Jakarta Pusat akan kembali menggelar sidang kasus penghapusan red notice, dengan terdakwa Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra pada Kamis (17/12/2020).
Agenda sidang yakni mendengar keterangan saksi yang diajukan oleh jaksa penuntut umum (JPU). Ada tiga saksi yang diajukan. Mereka adalah Andi Irfan Jaya yang juga terdakwa dalam kasus ini, seorang pengusaha bernama Rahmat, dan suami Anita Kolopaking, Wyasa Kolopaking.
"(Saksi) Andi Irfan, Rahmat dan Wyasa Kolopaking," kata Kuasa Hukum Djoko Tjandra, Soesilo Aribowo kepada wartawan, Kamis.
Baca juga: Anita Kolopaking Paparkan Persoalan Hukum Djoko Tjandra ke Prasetijo di Gedung Bareskrim
Persidangan akan digelar sekitar pukul 13.00 WIB setelah istirahat siang berakhir.
"(Sidang) Siang setelah makan siang," tutur dia.
Terpidana kasus korupsi hak tagih atau cessie Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra didakwa telah menyuap Pinangki Sirna Malasari selaku Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung RI, senilai 500 ribu dolar AS dari total yang dijanjikan sebesar 1 juta dolar AS.
Suap sebesar 1 juta dolar AS yang dijanjikan Djoko Tjandra itu bermaksud agar Pinangki bisa mengupayakan pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) lewat Kejaksaan Agung (Kejagung).
Baca juga: Anak Buah Sebut Kadiv Hubinter Polri Punya Hak Cek Status Red Notice tapi . . .
Fatwa MA itu bertujuan agar pidana penjara yang dijatuhkan pada Djoko Tjandra berdasarkan putusan PK Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi.
Djoko Tjandra juga didakwa menyuap dua jenderal polisi sebesar 200 ribu dolar Singapura dan 420 ribu dolar AS
Suap itu bermaksud untuk menghapus nama Djoko Tjandra dari Daftar pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi (Ditjen imigrasi).
Dua jenderal polisi itu yakni, Irjen Napoleon Bonaparte selaku Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri, dan Brigjen Prasetijo Utomo selaku Kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri.
Irjen Napoleon Bonaparte diduga menerima uang sebesar 200 ribu dolar Singapura dan 270 dolar AS. Sementara Brigjen Prasetyo, disebut menerima uang senilai 150 dolar AS.
Kedua jenderal polisi menerima suap dari Djoko Tjandra melalui seorang pengusaha bernama Tommy Sumardi.
Suap itu bertujuan untuk mengupayakan nama Djoko Tjandra dihapus dari DPO yang dicatatkan di Ditjen Imigrasi, dengan menerbitkan surat yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI.
Surat yang diterbitkan yaitu surat bernomor B/1000/IV/2020/NCB-Div HI, tanggal 29 April 2020, surat nomor B/1030/IV/2020/NCB-Div HI tanggal 04 Mei 2020, dan surat nomor B/1036/IV/2020/NCB-Div HI tgl 05 Mei 2020.