“Apakah kami ini sebenarnya masih dianggap sebagai manusia?” nada bicara Serunai meninggi.
Dia tak habis pikir mengapa kebijakan seperti itu bisa keluar.
Padahal juga, selama ini wilayah adatnya masih sangat bagus dari sisi tutupan hutan dan ekosistemnya. Hutan tak rusak, sungai pun begitu.
Mereka selama ini menjaga supaya jangan sampai ada penebangan pohon sembarangan.
Pohon yang ada di hutan itu hanya ditebang mereka untuk kepentingan pembuatan rumah dan fasilitas umum di dusunnya.
Tidak boleh asal tebang, ada ritual khusus, tidak semua pohon bisa dibabat.
“Kami percaya ada malaikat yang menjaga pohon-pohon itu. Jadi harus dilihat dulu mana yang bisa ditebang dan mana yang tidak bisa. Kalau ada yang ditebang, diganti dengan menanam bibit pohon yang baru. Makanya pohon di hutan kami tidak berkurang, malahan nambah,” Bukhori menimpali.
Demikian juga dengan sungai. Ia mengatakan sungai di sana airnya masih tetap bersih.
Mereka terus menjaganya agar tidak rusak, sebab sebagian bekal hidupnya ada di sana.
Rumah juga dibangun di dekat sungai, sebagai bentuk kedekatan mereka dengan sumber air itu.
Makanya, hingga kini suku Talang Mamak masih dengan mudah mendapatkan ikan di sungai.
Tidak ada kerakusan untuk mendapatkan sumber pangan dari dalam sungai tersebut.
Mereka tidak membenarkan menangkap ikan dalam jumlah besar-besaran, apalagi sampai menggunakan setrum dan racun.
Bila melihat orang dari luar datang dengan peralatan menyetrum, akan langsung diusir.